Rabu, 04 Juli 2018

LAPORAN AKHIR UAS NUTRISI TERNAK PERAH

Laporan Praktikum
Nutrisi Ternak Perah
Hari, Waktu
Tempat

: Kamis, 11.00-13.30 WIB
: Laboratorium Nutrisi Ternak Perah.

Dosen

Asisten

: Dr. Despal, S.Pt, M.Sc Agr
  Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat M.Sc Agr
1. Rika Zahra, S.Pt, M.Si 
2. Vita Kurnia Citra  D24140013
3. Hendri Herawan   D24140035


 
                                                          


LAPORAN AKHIR NUTRISI TERNAK PERAH

Irvan Triansyah
D24160115






















DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PEMBERIAN PAKAN SILASE PADA SAPI FRISIAN HOLSTEIN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan yang baik yaitu pakan yang dapat memenuhi kebutuhan ternak apalagi dengan bahan-bahan yang ekonomis. Hal tersebut dapat menguntungkan peternak karena menggunakan bahan ekonomis yang diharapkan mampu menghasilkan produk yang bernilai lebih. Bahan-bahan tersebut perlu diformulasikan agar nutrient yang terkandung bisa saling melengkapi. Hasil ransum tersebut mempunyai daya tahan yang kurang padahal untuk membuat racikan ransum diperlukan waktu dan tenaga yang berlebih. Hal tersebut bisa diatasi dengan cara pembuatan silase agar memiliki stok untuk beberapa minggu kedepan.
Silase merupakan campuran beberapa bahan pakan yang dicampur sesuai kebutuhan nutrient yang diproses melalui proses fermentasi (Zahirrudin et al. 2008). Hal tersebut dapat meningkatkan ketahanan dan kesegaran pakan dalam jangka waktu yang lebih lama. Silase pun meningkatkan palatabilitas ternak, sehingga mengefisienkan pakan yang diberi (Nurhasannah 2015). Hal itu lah yang mendasari praktikum pemberian silase ini. Pemberian silase dilakukan selama beberapa hari karena sesuai banyaknya bahan yang tersedia.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui cara pembuatan silase dan mengevaluasi konsumsi pakan silase yang diberikan pada keempat sapi FH yang telah dibuat.

MATERI DAN METODE

Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu timbangan tempat pakan, silo, vacuum cleaner, tali ikat, timbangan kasar, karung, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu silase pakan, bahan-bahan campuran silase, tabel pakan, dan air minum.


Metode
Pembuatan Silase
Silase dibuat dari bahan-bahan yang tersedia. Bahan-bahan tersebut ditakar dan diperhitungkan hingga mencapai kebutuhan nutrient sapi perah bobot 400 kg dan produksi susu 10 liter per hari. Bahan-bahan dtimbang dan dimasukan kedalam kantong plastic besar. Kantong tersebut dihisap menggunakan vacuum cleaner agar udara tidak bersisa agar proses fermentasi berjalan. Kantong diikat dengan erat dan didiamkan selama seminggu.

Pemberian Pakan Silase
Pemberian pakan dilakukan selama empat hari berturut-turut sesuai ketersedian silase yang ada. Pemberian pakan dilakukan dua kali yakni pagi dan siang hari dengan total pemberian 36 kg. Pemberian pagi hari diusahan porsi silase lebih banyak dan setiap pagi dilakukan penimbangan sisa silase serta dicatat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berikut hasil konsumsi silase yang diberikan kepada keempat ekor sapi FH yang berada di kandang nutrisi perah selama empat hari.

Tabel 1 konsumsi silase pada empat sapi FH.
Hari
Pemberian Silase (kg)
Sisa Pakan (kg)
Konsumsi
Sapi 1
Sapi 2
Sapi 3
Sapi 4
Sapi 1
Sapi 2
Sapi 3
Sapi 4
Sapi 1
Sapi 2
Sapi 3
Sapi 4
1
36
36
36
36
4.5
5
5
21
31.5
31
31
15
2
36
36
36
36
4
7
10
16
32
29
26
20
3
36
36
36
36
4
8
3
5.5
32
28
33
30.5
4
36
36
36
36
14
8
14
11
22
28
22
25



Pembahasan

Pakan yang baik yaitu pakan yang bisa memenuhi kebutuhan ternak dan memiliki harga yang ekonomis. Hal tersebut diperuntukan agar peternak mendapatkan keuntungan yang maksimal. Hal ini disebabkan pengeluaran lebih sedikit dibandingkan jumlah pendapatan peternak. Silase merupakan pakan yang ekonomis karena diransum dengan bahan-bahan murah yang dapat menutupi kebutuhan nutrient ternak. Silase merupakan awetan bahan segar yang diawetkan dan diferentasikan didalam silo (kantong plasik hitam besar). Silase membutuhkan proses fermentasi sehingga silo bersifat kedap udara yang akan membantu proses fermentasi dalam keadaan anaerob. Fermentasi terjadi untuk menghasilkan bakteri asam laktat yang berguna untuk proses pengawetan, menurunkan pH dan membuat oksigen tidak masuk (Nurhasannah 2015).
Hasil praktikum selama empat hari pemberian pakan silase kepada empat ekor sapi FH yaitu selama tiga hari berturut-turut konsumsi silase tidak menentu pada keempat sapi padahal silase bertujuan untuk meningkatka. palatabilitas pakan (Nurhasannah 2015). Pada hari terakhir, konsumsi semua sapi mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan silase yang sudah melebihi batas awet sehingga sapi secara naluri tidak mau memakan silase yang busuk. Banyak faktor yang menyebabkan silase busuk antara lain kebocoran silo yang menyebabkan oksigen dapat masuk sehingga silase busuk dan batas maksimum waktu fermentasi yang menyebabkan silase basi (Ahya 2018). Adapun ciri silase yang baik atau bisa dikonsumsi yaitu memiliki aroma wangi, warna daun masih segar, tekstur halus dan tidak menggumpal (Subekti 2009).

SIMPULAN

Pemberian silase kepada keempat sapi selama empat hari terjadi konsumsi yang tidak menentu bahkan pada hari terakhir konsumsi turun. Konsumsi turun diakibatkan kualitas silase menurun sehingga sapi hanya memakan sedikit silase.


DAFTAR PUSTAKA


Ahya H. 2018. Evaluasi nilai pH dan asam laktat pada silase rumput gajah mini (Pennisetum purpureum) dengan suplementasi molases [tesis]. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang.
Nurhassannah A. 2015. Kandungan nutrisi silase pelepah daun sagu sebagai bahan pakan ternak ruminansia dengan lama fermentasi dan komposisi substrat yang berbeda [skripsi]. Riau (ID): UIN SUSKA RIAU.
Subekti E. 2009. Ketahanan pakan ternak Indonesia. Jurnal MEDIAGRO. 5(2): 63-71.
Zahirrudin W, Ariesta A, Salamah E. 2008. Karakteristik mutu dan kelarutan kitosan dari ampas silase kepala udang windu (Panaeus monodon) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.










HEAT STRESS



PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi perah khususnya sapi jenis Friesian Holstein merupakan sapi yang dipelihara untuk tujuan utama mendapatkan produk susunya. Produk susu dari FH akan berproduksi normal jika sapi berada di habitat aslinya yaitu daerah yang memiliki suhu rendah berkisar lima sampai dua puluh lima derajat celcius. Sapi FH yang dipelihara pada suhu lebih tinggi akan berakibat menurunnya produktivitas sehingga potensi produk susu tidak akan maksimal. Suhu udara di daerah tropis cenderung tinggi berkisar 24-34 dengan RH 60-90% karena paparan sinar matahari yang berlangsung dua belas jam per-hari. Sapi FH juga memproduksi panas dalam tubuhnya yang dipengaruhi oleh feed intake dan aktivitasnya (Yani et al. 2007). Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan panas tubuh sapi yang diakibatkan baik lingkungan maupun dari sapinya sendiri yaitu dengan memandikan sapi.
Memandikan sapi dengan air bisa mengubah suhu tubuh sapi dan menjadikan sapi segar. Kesegaran yang dirasakan sapi dapat menurunkan tingkat stress. Praktikum ini dimaksudkan menguji perlakuan air yang disiramkan kepada sapi terhadap status fisiologisnya yang berupa pernafasan, detak jantung, dan suhu rektal yang akan di amati pada empat ekor sapi.
.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui status fisiologis sapi yaitu frekuensi pernafasan, detak jantung, dan suhu rektal yang diberi perlakuan memandikan kepada empat ekor sapi.

MATERI DAN METODE

Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu selang air, thermometer, dan stetoskop. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu empat sapi FH dan kubik air.



Metode
Keempat sapi langsung dicek frekuensi nafas, detak jantung, dan suhu rektal. Frekuensi nafas dilakukan dengan menghitung langsung hembusan nafas yang dihembuskan selama satu menit dan dilakukan tiga kali pengulangan lalu dicatat hasilnya. Perhitungan detak jantung dilakukan dengan alat stetoskop. Stetoskop ditempelkan didaerah antara paha depan sapi (shoulder) dengan bagian brisket. Perhitungan denyut jantung dilakukan satu menit dan tiga kali ulangan serta dicatat hasilnya. Suhu rektal dihitung memakai thermometer yang ditempelkan langsung pada lubang rektal sapi selama satu menit dan dilakukan tiga kali pengulangan.



HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berikut hasil pengamatan fisiologis keempat tubuh sapi pada perhitungan denyut jantung, frekuensi nafas, dan suhu rektal sebelum dan sesudah perlakuan dimandikan.

Tabel 1 status fisiologis keadaan sebelum dimandikan.
Perlakuan
Sapi 1
Sapi 2
Sapi 3
Sapi 4
Suhu rektal (Celcius)
37.7
38.4
38.2
38.4
Denyut jantung (detak per menit)
46
42.66
74
72
Frekuensi nafas
(hembusan /menit)
28
34
26.6
60


Tabel 2 status fisiologis keadaan sesudah dimandikan.
Perlakuan
Sapi 1
Sapi 2
Sapi 3
Sapi 4
Suhu rektal (Celcius)
38.2
38.5
38.4
38.1
Denyut jantung (detak per menit)
48
60
70.5
53
Frekuensi nafas (hembusan / menit)
21
17
30
36

Pembahasan

Heatstress menyebabkan sapi merasa tidak nyaman sehingga dapat menurunkan segala aktivitas sapi. Heatsress pun berpengaruh terhadap produksi, konsumsi, dan tingkah laku. Heatstress terjadi karena panas yang dihasilkan tubuh sapi melebihi kemampuan tubuh sapi sehingga berpengaruh terhadap fisiologis sapi seperti frekuensi nafas, denyut jantung, dan suhu rektal (Ramdani 2014). Perlakuan memandikan sapi diharapkan mampu mengurahi panas tubuh sapi yang dihasilkan.
Hasil yang dipeloreh menunjukan sapi tiga dan empat memberikan respon yang baik terhadap perlakuan, sedangkan sapi satu dan dua memberikan respon yang kurang baik. Suhu rektal dan denyut jantung yang diperoleh dari sapi tiga dan empat mengalami penurunan nilai hal tersebut sesuai dengan Rahayu et al. (2015), tetapi pada sapi satu dan dua terjadi kenaikan nilai. Hal ini dikarenakan saat pengukuran sebelum dimandikan kondisi sapi satu dan dua masih stress karena sapi belum nyaman berdekatan dengan praktikan. Frekuensi nafas yang diperoleh dari sapi satu, dua, dan empat memberikan respon positif yaitu mengalami penurunan frekuensi nafas. Hal tersebut karena sapi tidak stress dan sapi relaks sehingga pernafasan lebih teratur dan lambat. Frekuensi nafas pada sapi tiga mengalami kenaikan setelah dimandikan. Hal tersebut dikarenakan sapi melakukan aktivitas yang berlebih sehingga pernafasan meningkat (Nuriyasa et al. 2015).

SIMPULAN

Status fisiologis sapi perah yaitu pada suhu rektal, frekuensi nafas, dan denyut jantung dapat diturunkan masing-masing nilainya dengan cara memandikan sapi agar sapi tidak mengalami heat stress berlebih.


DAFTAR PUSTAKA


Nuriyasa IM, Dewi GAMK, Budiari NLG. 2015. Indeks kelembaban suhu dan respon fisiologi sapi bali yang dipelihara secara feed lot pada ketinggian berbeda. Jurnal Majalah Ilmiah Peternakan. 18(1):1-10.
Rahayu S, Aditya EL, Jamil S. 2015. Sifat fisik daging domba garut jantan dengan waktu pemberian pakan yang berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. 4(5):64-69.
Ramdani D.2008. Pengaruh heat stress terhadap performa sapi potong [tesis]. Bandung (ID): UNPAD.
Yani A, Suhardiyanto H, Hasbullah R, Purwanto BP. 2007. Analisis dan simulasi distribusi suhu udara pada kandang sapi perah menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Jurnal Media Peternakan. 30(3):218-228.
 
BODY CONDITION SCORE (BCS)



PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hewan ternak seperti sapi perah dapat menguntungkan jika produksi susu tinggi, reproduksi efektif dan efisien, serta kesehatan dapat terjaga. Tidak semua sapi perah yang terlihat besar dalam artian gemuk itu menguntungkan, apalagi yang terlihat kecil. Perlu suatu penilaian untuk menentukan apakah kondisi sapi tersebut dapat optimal dalam hal produksi susu dan reproduksi. Penilain tersebut disebut penilaian BCS (Body Condition Score).  (Sodiq dan Budiono 2014)
 Body Condition Score merupakan suatu metode pemberian penilaian skor kondisi tubuh melalui indra penglihatan dan perabaan terhadap lemak bagian tubuh tertentu. Perlemakan pada bagian tertentu menggambarkan standar kecukupan yang akan mempengaruhi produksi susu, reproduksi, dan kesehatan ternak serta dapat digunakan untuk membuat suatu keputusan manajemen pemeliharaan (Sodiq dan Hidayat 2014). Biasanya BCS dapat dilakukan melalui penglihatan dan perabaan pada brisket, iga, punggung, pinggul pangkal ekor, dan tulang duduk. Penilaian ternak sapi juga sangat tergantung pada jenis, bangsa dan tipe ternak tersebut. Hal inilah yang mendasari praktikum BCS agar praktikan dapat memiliki keterampilan memilih sapi yang baik pada kondisi tertentu.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui cara penilaian BCS sapi perah beserta dampaknya dan melatih praktikan agar terampil menilai.

MATERI DAN METODE

Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alat tulis dan media visual. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu beberapa foto sapi perah dalam kondisi tertentu.

Metode
BCS Visual Sapi Perah
Pertama yang dilihat untuk menentukan sapi tersebut berada pada kelompok BCS diatas nilai tiga atau dibawah nilai tiga yaitu bagian antara thurl, hooks, dan pins. Jika ketiga bagian ini membentuk huruf ‘v’ maka sapi dikategorikan berada pada BCS dibawah nilai tiga, apabila membentuk huruf ‘u’ maka sapi dikategorikan berada pada BCS diatas nilai tiga.

BCS Perabaan Sapi Perah
Pada bagian-bagian tertentu jika kulit diraba dan terasa lembek berarti pada bagian tersebut terdapat lemak tetapi jika diraba terasa kenyal keras berarti bagian tersebut tidak terdapat lemak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berikut hasil BCS dari ke lima belas ekor sapi yang diamati melalui media visual berupa foto yang tersedia.

Tabel 1 pengamatan BCS sapi perah melalui metode visual pada lima belas ekor sapi perah.
No
BCS
Keterangan
1
3
Tailhed ligamen tidak terlihat, hook berbentuk U, tubuh sapi sedang, tulang rusuk pendek.

2
3
Tailhed ligamen tidak terlihat, hook berbentuk U, tubuh sapi sedang, tulang rusuk pendek.

3
1.75
Tulangnya seperti gergaji, tubuh sap kurus, dengan ujung rusuk pendekdan terlihat sedikit tonjolan pada tulang hook dan pin, tetapi tulang diantaranya tidak terlalu cekung, menonjol di area disekitar anus.

4
3
Tailhed ligamen tidak terlihat, hook berbentuk U, tubuh sapi sedang, tulang rusuk pendek.

5
1.75
Tulangnya seperti gergaji, tubuh sap kurus, dengan ujung rusuk pendekdan terlihat sedikit tonjolan pada tulang hook dan pin, tetapi tulang diantaranya tidak terlalu cekung, menonjol di area disekitar anus.

6
2
Tubuh sapi kurus dengan dengan ujung rusuk pendek dan terlihat sedikit tonjolan pada tulang hook dan pin. Hook dan pin bentuknya V.

7
2.5
Tubuh sapi tidak terlalu kurus dengan ujung rusuk pendek dan terlihat sedikit menonjol pada tulang ho dan pin. Bentuk hook dan pin yaitu V. Area disekitar anus sedikit cekung.

8
3.25
Tailhed sacral ligamen terlihat, tubuh sapi sedkit berisi,dengan  tulang rusuk tertutupi sedikit lemak, area disekitar anus tertutup dengan adanya sedikit deposit lemak, hook dan pin berentu U.

9
2.5
Tubuh sapi tidak terlalu kurus dengan ujung rusuk pendek dan terlihat sedikit menonjol pada tulang ho dan pin. Bentuk hook dan pin yaitu V. Area disekitar anus sedikit cekung.

10
1.75
Tulangnya seperti gergaji, tubuh sap kurus, dengan ujung rusuk pendekdan terlihat sedikit tonjolan pada tulang hook dan pin, tetapi tulang diantaranya tidak terlalu cekung, menonjol di area disekitar anus

11
3.5
Tailhed dan sacral ligamen tertutupi lemak, area disekitar anus tertutup dengan adanya deposit lemak, tulang rusuk sudaj tertutpi lemak.

12
3.25
Tailhed sacral ligamen terlihat, tubuh sapi sedkit berisi,dengan  tulang rusuk tertutupi sedikit lemak, area disekitar anus tertutup dengan adanya sedikit deposit lemak, hook dan pin berentu U.

13
3.25
Tailhed sacral ligamen terlihat, tubuh sapi sedkit berisi,dengan  tulang rusuk tertutupi sedikit lemak, area disekitar anus tertutup dengan adanya sedikit deposit lemak, hook dan pin berentu U.

14
3
Tailhead ligamen tidak terlihat, hook berbentuk U, tubuh sapi sedang, tulang rusuk pendek.

15
3.25
Tailhed sacral ligamen terlihat, tubuh sapi sedkit berisi,dengan  tulang rusuk tertutupi sedikit lemak, area disekitar anus tertutup dengan adanya sedikit deposit lemak, hook dan pin berentu U.



Pembahasan

Penilaian BCS dapat dilakukan dengan mengamati bagian-bagaian tertentu seperti hook, pin, thurl, short ribs, tail head, dan sacral ligament. Bagian tersebut dapat diamati melalui bentuknya dan ada tidaknya lemak bahkan tonjolan tulang yang masing-masing memiliki nilai BCS tersendiri. BCS untuk sapi perah sendiri sudah memiliki diagram penilaian yaitu skala 1 sampai 5 yang memiliki arti, yaitu 1 untuk sangat kurus, 2 untuk kurus, 3 untuk sedang, 4 untuk gemuk dan 5 untuk sangat gemuk. Nilai tersebut didasarkan pada pengamatan beberapa bagian tubuh sapi (Syaifudin 2013).
Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap lima belas ekor sapi menunjukan terdapat Sembilan ekor sapi yang memiliki BCS lebih dari 3 dan enam ekor sapi yang memiliki BCS dibawah 3. Sapi dengan BCS tertingga terdapat pada sapi nomor sebelas sebsesar 3.5 dan sapi dengan BCS terendah terdapat pada sapi nomor tiga dan sepuluh sebesar 1.75. Sapi yang memiliki BCS diatas nilai 3 dikarenakan bentuk hook dan pin membentuk huruf “V”, bentuk hook round jika dilihat dari belakang, dan ada tidaknhya lemak pada bagian sacral dan tailhead. Sapi yang memiliki BCS kurangdari atau sama dengan nilai 3 memiliki bentuk hook dan pin membentuk huruf  “U”, bentuk hook angular jika dilihat dari belakang, melihat pin bone yang ada tidaknya lemak, dan terlihatnya tulang rusuk.

SIMPULAN

Rata-rata BCS sapi yang diamati memiliki nilai diatas atau sama dengan tiga. Pengamatan BCS bertahap dimulai dari bentuk hook dan pin, pin bone, tulang rusuk, dan melihat bagian sacral dan tailhead pada pengamatan BCS diatas nilai tiga. BCS sapi harus ideal sesuai dengan kondisi sapi dan diharapkan nilai BCS tidak terlalu rendah ataupun tinggi.


DAFTAR PUSTAKA


Sodiq A, Budiono M. 2012. Produktivitas sapi potong pada kelompok tani ternak di pedesaan. Jurnal Agripet. 12(1): 28-33.
Sodiq A, Hidayat N. 2014. Kinerja dan perbaikan sistem produksi peternakan sapi potong berbasis kelompok di pedesaan. Jurnal Agripet. 14(1): 56:64.
Syaifudin S. 2013. Profil body condition score (BCS) sapi perah di wilayah koperasi peternakan sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang (studi kasus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.





PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU



PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak perah akan menghasilkan produk susu. Ternak akan menghasilkan susu yang banyak dan berkualitas jika banyak faktor yang mendukung. Susu yang dihasilkan mudah terkontaminasi mikroba karena susu mengandung nutrient yang tinggi sehingga mikroba dapat cepat tumbuh. Kandungan susu berupa air, protein, lemak, mineral Ca dan P, dan vitamin (Suseno dan Firdausi 2008). Tingkat produksi susu dan kualitas susu saling berikatan, beberapa faktor yang mempengaruhi seperti bangsa ternak, pakan, pemberian pakan, manajemen ternak, awal bunting, umur, periode laktasi, dan kesehatan (Atabany et al. 2011).
Susu yang berkualitas dapat dilakukan dengan pengujian-pengujian. Beberapa pengujian kualitas susu yaitu melihat nilai temperature freezing point, garam, lemak, densitas, lactose, total solid, protein dan air serta kandungan immunoglobulin. Produksi susu dapat dianalisa dengan beberapa faktor seperti suhu, kelembaban, pakan, awak laktasi dan lain-lain dengan menghubungan produksi susu dengan alah satu faktor tersebut. Penghubungan tersebut menggunakan suatu metode statistic yait regresi dan korelasi. Hal ini yang mendasari praktikum uji produksi susu dan kualitas susu.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui perbedaan kualitas susu dan kolostrum sapi. Kaitan suhu dengan produksi susu yang dihasilkan.

MATERI DAN METODE

Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu laptop, lactoscan, refractometer, tissue, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel susu sapi murni, data-data sapi produksi susu, dan sampel kolostrum sapi.




Metode
Uji Produksi Susu
Software computer berupa Microsoft Excel dirsiapkan di masing-masing personal computer yang dimiliki. Program terdebut dibuka dan digunakan menu Data, jika menu Data belum terdapat, klik menu file lalu pilih option, pilih Add-ins, dan pilih Go Layer Add-ins akan tampil kemudian centang Analysis ToolPak, Analysis TolPak-VBA, dan Solver Add-in, dan klik OK serta tunggu hingga terinstal. Langkah selanjutnya yaitu pilih menu data, lalu submenu data analysis rows, lalu centang labels in first column. Output range diklik dan dipilih kolom atau baris yang kosong sebagai tempat hasil data lalu OK. Nilai negative dikarenakan korelasi data negative dan menandakan semakin besar produksi susu akan menurun. Setelah korelasi selesai, pilih kembali menu dat, data analisis, dan pilih descriptive statistic. Korelasi dicentang bagian summary statistic dan confidence level for mean dan klik OK. Tabel dibuat setelah data tampil semua. Seluruh data diblok dan pilih insert pada menu kemudian pilih scatter dan dipilih normal awal. Scatter akan muncul dan klik pada kanan pada scatter dan pilih add trendline, lalu centang display equation on chart dan display R-squared value. Nilai angka akan tertampil pada scatter.

Pengujian Kualitas Susu
Lactosan dipersiapkan dan lactosan diberi aquadest kedalamnya dan tekan tombol pembersih. Sampel susu dimasukan kedalam tabung lactosan lalu tekan tombol scan. Data temperature freezing point, garam, lemak, densitas, lactose, total solid, protein dan air akan tampil dilayar. Pengujian colostrum pun dilakukan dengan cara yang sama. Pengujian immunoglobulin salinitas susu disiapkan alat refractometer dan dibersihkan dengan aquadest dan tissue dengan cara dilap searah. Bagian prisma refractometer ditetesi aquadest untuk mengkalibrasi alat tersebut lalu dilap. Sampel susu ditetesi pada prisma lalu dututup. Hasil pengukuran diukur pada ujung bulat refractometer dan dicatat nilai angkanya.



HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berikut hasil analisis regresi dan korelasi  hubungan antara produksi susu pagi dengan suhu.

Grafik 1 hubungan temperature dengan produksi susu dipagi hari.
Berikut hasil kualitas susu dan kolostrum dari enam kelompok yang dilakukan di laboratorium nutrisi ternak perah.

Tabel 1 Hasil uji kualitas susu dari enam kelompok berbeda.
Keterangan : Rasa = nilai 1 sangat tidak tawar/berasa, nilai 5 tawar
                    Aroma = nilai 1 sangat sangat menyengat, nilai 5 tidak menyengat
                    Cemaran = nilai 1 sangat sangat banyak, nilai 5 tidak ada cemaran



Tabel 2 Hasil uji Imunoglobulin susu dan kolostrum dari enam kelompok berbeda.
Uji Imunoglobulin
Percobaan 1
Percobaan 2
Kelompok 1
Susu Biasa
11
11
Kolostrum
15
27
Kelompok 2
Susu Biasa
9
10
Kolostrum
26
26
Kelompok 3
Susu Biasa
9
9
Kolostrum
26
26
Kelompok 4
Susu Biasa
11
11
Kolostrum
26
27
Kelompok 5
Susu Biasa
27
25
Kolostrum
11
9
Kelompok 6
Susu Biasa
9
9
Kolostrum
26
27


Pembahasan
                Susu merupakan produk hasil ternak yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Salah satu cara untuk mengetahui kualitas susu yang baik adalah dengan uji organoleptik. Uji organoleptik adalah cara menilai mutu suatu bahan makanan dan minuman menggunakan panca indera yaitu mata untuk melihat warna susu, lidah untuk menilai tekstur dan rasa dari susu, dan hidung untuk mencium aroma susu (Hadiwijaya 2013). Warna karoten yang menyebabkan warna kuning susu dan mengindikasi memiliki kandungan lemak berlebih (Jaya dan Hadikusuma 2009).
            Dari hasil kandungan nutrient yang didapat, kandungan susu tersebut sesuai dengan Sodiq dan Abidin. (2008) bahwa komposisi kandungan susu kolostrum rata-rata lemak, karbohidrat, protein, dan vitamin serta mineral lebih tinggi dibandingkan susu biasa. Hasil uji immunoglobulin dari semua sampel menunjukan susu kolostrum mengandung immunoglobulin yang tinggi disbanding susu biasa (Wijayanti 2010). Kandungan Immunoglobulin pada perahan pertama kolostrum biasanya berkisar antara 2% (20 g/L) sampai 15% (150 g/L). kemudian akan terus menurun konsentrasinya pada pemerahan berikutnya. Pada pemerahan ketiga konsentrasinya hanya 40% dari pemerahan pertama.
Hasil produksi susu menunjukan nilai Y yang negative yang berarti berbanding terbalik. Peubah yang diambil yaitu temperature dan produksi susu pada pagi hari. Berbanding terbalik yang dimaksud yaitu jika temperatur naik maka produksi susu pada pagi hari akan turun, begitu sebaliknya. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,0007. Dengan mengakarkan nilai 0,0007 didapat hasil 0.026. Hasil pengakaran tersebut (0.026) merupakan Koefisien Korelasi nya. Artinya keeratan Korelasi antara hardness dan waktu penyimpanan sebesar 0.026. Nilai regresi 0.026 termauk pada kategori sangat rendah. Jadi, korelasi antara temperatur terhadap produksi susu nya sangat rendah. Nilai regresi 0.07% artinya sebanyak 0.07% perubahan temperatur dipengaruhi oleh produksi susu. Sedangkan sisanya sebesar 99.93% (100%-0.07%) merupakan faktor lain diluar variabel bebasnya.

SIMPULAN

Kualitas susu kolostrum lebih baik disbanding susu biasa dari segi kandungan nutrien. Hubungan antara suhu dan produksi susu yaitu berbanding terbalik dan hubungan tersebut hanya berpengaruh kecil.


DAFTAR PUSTAKA


Atabany A, Purwanto BP, Toharmat T, Anggraeni A. 2011. Hubungan masa kosong dengan produktivitas pada sapi perah Friesien holstein di Baturraden Indonesia. Jurnal Animal Science dan Teknologi. 34(2): 77-82.
Hadiwijaya H. 2013. Pengaruh perbedaan penambahan gula terhadap karakteristik sirup buah naga merah (Hylocereus plyrhizus). Jurnal Fakultas Teknologi Pertanian Andalas. 4(5): 1-9.
Jaya F, Hadikusuma D. 2009. Pengaruh substitusi susu sapi dengan susu kedelai serta besarnya konsentrasi penambahan ekstrak nanas (Ananas comosus) terhadap kualitas fisik dan kimia keju Cottage. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 4(1): 46-54.
Suseno JE, Firdausi KS. 2008. Rancang bangun spektrokopi FTIR (Fourier Transform Infrared) untuk penentuan kualitas susu sapi. Jurnal Fisika Teori, Eksperimen dan Fisika Aplikasi. 11(1): 23-28.
Wijayanti W. 2010. Hubungan antara pemberian asi eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di puskesmas gilingan kecamatan Banjarsari Surakarta [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar