Laporan
Praktikum
Nutrisi Ternak Perah
|
Hari, Waktu
Tempat
|
|
: Kamis, 11.00-13.30 WIB
: Laboratorium Nutrisi Ternak Perah.
|
|
Dosen
Asisten
|
|
: Dr. Despal, S.Pt, M.Sc Agr
Prof.
Dr. Ir. Toto Toharmat M.Sc Agr
1. Rika Zahra,
S.Pt, M.Si
2. Vita Kurnia Citra D24140013
3. Hendri Herawan D24140035
|
LAPORAN AKHIR NUTRISI TERNAK PERAH
Irvan Triansyah
D24160115
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI
PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PEMBERIAN PAKAN
SILASE PADA SAPI FRISIAN HOLSTEIN
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pakan
yang baik yaitu pakan yang dapat memenuhi kebutuhan ternak apalagi dengan
bahan-bahan yang ekonomis. Hal tersebut dapat menguntungkan peternak karena
menggunakan bahan ekonomis yang diharapkan mampu menghasilkan produk yang
bernilai lebih. Bahan-bahan tersebut perlu diformulasikan agar nutrient yang
terkandung bisa saling melengkapi. Hasil ransum tersebut mempunyai daya tahan
yang kurang padahal untuk membuat racikan ransum diperlukan waktu dan tenaga
yang berlebih. Hal tersebut bisa diatasi dengan cara pembuatan silase agar
memiliki stok untuk beberapa minggu kedepan.
Silase
merupakan campuran beberapa bahan pakan yang dicampur sesuai kebutuhan nutrient
yang diproses melalui proses fermentasi (Zahirrudin et al. 2008). Hal tersebut dapat meningkatkan ketahanan dan
kesegaran pakan dalam jangka waktu yang lebih lama. Silase pun meningkatkan
palatabilitas ternak, sehingga mengefisienkan pakan yang diberi (Nurhasannah
2015). Hal itu lah yang mendasari praktikum pemberian silase ini. Pemberian
silase dilakukan selama beberapa hari karena sesuai banyaknya bahan yang tersedia.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui cara pembuatan silase dan mengevaluasi konsumsi pakan
silase yang diberikan pada keempat sapi FH yang telah dibuat.
MATERI DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu timbangan
tempat pakan, silo, vacuum cleaner, tali ikat, timbangan kasar,
karung,
dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu silase
pakan, bahan-bahan campuran silase, tabel pakan,
dan air minum.
Metode
Pembuatan Silase
Silase dibuat dari
bahan-bahan yang tersedia. Bahan-bahan tersebut ditakar dan diperhitungkan
hingga mencapai kebutuhan nutrient sapi perah bobot 400 kg dan produksi susu 10
liter per hari. Bahan-bahan dtimbang dan dimasukan kedalam kantong plastic besar.
Kantong tersebut dihisap menggunakan vacuum cleaner agar udara tidak bersisa
agar proses fermentasi berjalan. Kantong diikat dengan erat dan didiamkan
selama seminggu.
Pemberian Pakan
Silase
Pemberian pakan
dilakukan selama empat hari berturut-turut sesuai ketersedian silase yang ada. Pemberian pakan dilakukan dua kali yakni pagi dan siang hari dengan
total pemberian 36 kg. Pemberian pagi hari diusahan porsi silase lebih banyak
dan setiap pagi dilakukan penimbangan sisa silase serta dicatat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berikut hasil konsumsi
silase yang diberikan kepada keempat ekor sapi FH yang
berada di kandang nutrisi perah selama empat hari.
Tabel 1 konsumsi silase pada empat sapi FH.
Hari
|
Pemberian Silase (kg)
|
Sisa Pakan (kg)
|
Konsumsi
|
||||||||||
Sapi 1
|
Sapi 2
|
Sapi 3
|
Sapi 4
|
Sapi 1
|
Sapi 2
|
Sapi 3
|
Sapi 4
|
Sapi 1
|
Sapi 2
|
Sapi 3
|
Sapi 4
|
||
1
|
36
|
36
|
36
|
36
|
4.5
|
5
|
5
|
21
|
31.5
|
31
|
31
|
15
|
|
2
|
36
|
36
|
36
|
36
|
4
|
7
|
10
|
16
|
32
|
29
|
26
|
20
|
|
3
|
36
|
36
|
36
|
36
|
4
|
8
|
3
|
5.5
|
32
|
28
|
33
|
30.5
|
|
4
|
36
|
36
|
36
|
36
|
14
|
8
|
14
|
11
|
22
|
28
|
22
|
25
|
Pembahasan
Pakan yang baik yaitu
pakan yang bisa memenuhi kebutuhan ternak dan memiliki harga yang ekonomis. Hal
tersebut diperuntukan agar peternak mendapatkan keuntungan yang maksimal. Hal
ini disebabkan pengeluaran lebih sedikit dibandingkan jumlah pendapatan
peternak. Silase merupakan pakan yang ekonomis karena diransum dengan
bahan-bahan murah yang dapat menutupi kebutuhan nutrient ternak. Silase
merupakan awetan bahan segar yang diawetkan dan diferentasikan didalam silo
(kantong plasik hitam besar). Silase membutuhkan proses fermentasi sehingga
silo bersifat kedap udara yang akan membantu proses fermentasi dalam keadaan
anaerob. Fermentasi terjadi untuk menghasilkan bakteri asam laktat yang berguna
untuk proses pengawetan, menurunkan pH dan membuat oksigen tidak masuk (Nurhasannah
2015).
Hasil praktikum selama empat hari pemberian pakan silase kepada empat
ekor sapi FH yaitu selama tiga hari berturut-turut konsumsi silase tidak
menentu pada keempat sapi padahal silase bertujuan untuk meningkatka.
palatabilitas pakan (Nurhasannah 2015). Pada hari
terakhir, konsumsi semua sapi mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan
silase yang sudah melebihi batas awet sehingga sapi secara naluri tidak mau
memakan silase yang busuk. Banyak faktor yang menyebabkan silase busuk antara
lain kebocoran silo yang menyebabkan oksigen dapat masuk sehingga silase busuk dan
batas maksimum waktu fermentasi yang menyebabkan silase basi (Ahya 2018).
Adapun ciri silase yang baik atau bisa dikonsumsi yaitu memiliki aroma wangi,
warna daun masih segar, tekstur halus dan tidak menggumpal (Subekti 2009).
SIMPULAN
Pemberian silase kepada keempat sapi selama empat hari
terjadi konsumsi yang tidak menentu bahkan pada hari terakhir konsumsi turun.
Konsumsi turun diakibatkan kualitas silase menurun sehingga sapi hanya memakan
sedikit silase.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahya H. 2018. Evaluasi nilai pH dan asam laktat pada silase rumput gajah
mini (Pennisetum purpureum) dengan suplementasi
molases [tesis]. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang.
Nurhassannah A. 2015. Kandungan nutrisi silase pelepah daun sagu sebagai
bahan pakan ternak ruminansia dengan lama fermentasi dan komposisi substrat
yang berbeda [skripsi]. Riau (ID): UIN SUSKA RIAU.
Subekti E. 2009. Ketahanan pakan ternak Indonesia. Jurnal MEDIAGRO. 5(2): 63-71.
Zahirrudin W, Ariesta A, Salamah E. 2008. Karakteristik mutu dan kelarutan
kitosan dari ampas silase kepala udang windu (Panaeus monodon) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
HEAT STRESS
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Sapi
perah khususnya sapi jenis Friesian
Holstein merupakan sapi yang dipelihara untuk tujuan utama mendapatkan
produk susunya. Produk susu dari FH akan berproduksi normal jika sapi berada di
habitat aslinya yaitu daerah yang memiliki suhu rendah berkisar lima sampai dua
puluh lima derajat celcius. Sapi FH yang dipelihara pada suhu lebih tinggi akan
berakibat menurunnya produktivitas sehingga potensi produk susu tidak akan
maksimal. Suhu udara di daerah tropis cenderung tinggi berkisar 24-34 ℃ dengan RH 60-90% karena paparan sinar matahari yang
berlangsung dua belas jam per-hari. Sapi FH juga memproduksi panas dalam
tubuhnya yang dipengaruhi oleh feed
intake dan aktivitasnya (Yani et al.
2007). Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan panas tubuh sapi
yang diakibatkan baik lingkungan maupun dari sapinya sendiri yaitu dengan
memandikan sapi.
Memandikan
sapi dengan air bisa mengubah suhu tubuh sapi dan menjadikan sapi segar.
Kesegaran yang dirasakan sapi dapat menurunkan tingkat stress. Praktikum ini
dimaksudkan menguji perlakuan air yang disiramkan kepada sapi terhadap status
fisiologisnya yang berupa pernafasan, detak jantung, dan suhu rektal yang akan
di amati pada empat ekor sapi.
.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui status fisiologis sapi yaitu frekuensi pernafasan,
detak jantung, dan suhu rektal yang diberi perlakuan memandikan kepada empat
ekor sapi.
MATERI DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu selang air, thermometer, dan stetoskop. Bahan yang digunakan
dalam praktikum ini yaitu empat sapi FH dan kubik air.
Metode
Keempat sapi
langsung dicek frekuensi nafas, detak jantung, dan suhu rektal. Frekuensi nafas
dilakukan dengan menghitung langsung hembusan nafas yang dihembuskan selama
satu menit dan dilakukan tiga kali pengulangan lalu dicatat hasilnya.
Perhitungan detak jantung dilakukan dengan alat stetoskop. Stetoskop ditempelkan
didaerah antara paha depan sapi (shoulder) dengan bagian brisket. Perhitungan denyut jantung dilakukan satu menit dan tiga kali ulangan
serta dicatat hasilnya. Suhu rektal dihitung memakai thermometer yang
ditempelkan langsung pada lubang rektal sapi selama satu menit dan dilakukan
tiga kali pengulangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berikut hasil
pengamatan fisiologis keempat tubuh sapi pada perhitungan denyut jantung,
frekuensi nafas, dan suhu rektal sebelum dan sesudah perlakuan dimandikan.
Tabel 1 status fisiologis
keadaan sebelum dimandikan.
Perlakuan
|
Sapi 1
|
Sapi 2
|
Sapi 3
|
Sapi 4
|
Suhu rektal (Celcius)
|
37.7
|
38.4
|
38.2
|
38.4
|
Denyut jantung (detak per menit)
|
46
|
42.66
|
74
|
72
|
Frekuensi nafas
(hembusan /menit)
|
28
|
34
|
26.6
|
60
|
Tabel 2
status fisiologis
keadaan sesudah dimandikan.
Perlakuan
|
Sapi 1
|
Sapi 2
|
Sapi 3
|
Sapi 4
|
Suhu rektal (Celcius)
|
38.2
|
38.5
|
38.4
|
38.1
|
Denyut jantung (detak per menit)
|
48
|
60
|
70.5
|
53
|
Frekuensi nafas (hembusan / menit)
|
21
|
17
|
30
|
36
|
Pembahasan
Heatstress menyebabkan sapi merasa tidak nyaman sehingga
dapat menurunkan segala aktivitas sapi. Heatsress
pun berpengaruh terhadap produksi, konsumsi, dan tingkah laku. Heatstress terjadi karena panas yang
dihasilkan tubuh sapi melebihi kemampuan tubuh sapi sehingga berpengaruh
terhadap fisiologis sapi seperti frekuensi nafas, denyut jantung, dan suhu
rektal (Ramdani 2014). Perlakuan memandikan sapi diharapkan mampu mengurahi
panas tubuh sapi yang dihasilkan.
Hasil yang dipeloreh
menunjukan sapi tiga dan empat memberikan respon yang baik terhadap perlakuan,
sedangkan sapi satu dan dua memberikan respon yang kurang baik. Suhu rektal dan
denyut jantung yang diperoleh dari sapi tiga dan empat mengalami penurunan
nilai hal tersebut sesuai dengan Rahayu et
al. (2015), tetapi pada sapi satu dan dua terjadi kenaikan nilai. Hal ini
dikarenakan saat pengukuran sebelum dimandikan kondisi sapi satu dan dua masih
stress karena sapi belum nyaman berdekatan dengan praktikan. Frekuensi nafas
yang diperoleh dari sapi satu, dua, dan empat memberikan respon positif yaitu
mengalami penurunan frekuensi nafas. Hal tersebut karena sapi tidak stress dan
sapi relaks sehingga pernafasan lebih teratur dan lambat. Frekuensi nafas pada
sapi tiga mengalami kenaikan setelah dimandikan. Hal tersebut dikarenakan sapi
melakukan aktivitas yang berlebih sehingga pernafasan meningkat (Nuriyasa et al. 2015).
SIMPULAN
Status fisiologis sapi perah yaitu pada suhu rektal,
frekuensi nafas, dan denyut jantung dapat diturunkan masing-masing nilainya
dengan cara memandikan sapi agar sapi tidak mengalami heat stress berlebih.
DAFTAR
PUSTAKA
Nuriyasa IM, Dewi GAMK, Budiari NLG. 2015. Indeks kelembaban suhu dan
respon fisiologi sapi bali yang dipelihara secara feed lot pada ketinggian berbeda. Jurnal Majalah Ilmiah Peternakan. 18(1):1-10.
Rahayu S, Aditya EL, Jamil S. 2015. Sifat fisik daging domba garut jantan
dengan waktu pemberian pakan yang berbeda.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. 4(5):64-69.
Ramdani D.2008. Pengaruh heat stress terhadap performa sapi potong [tesis].
Bandung (ID): UNPAD.
Yani A, Suhardiyanto H, Hasbullah R, Purwanto BP. 2007. Analisis dan
simulasi distribusi suhu udara pada kandang sapi perah menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Jurnal Media Peternakan. 30(3):218-228.
BODY CONDITION
SCORE (BCS)
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Hewan
ternak seperti sapi perah dapat menguntungkan jika produksi susu tinggi,
reproduksi efektif dan efisien, serta kesehatan dapat terjaga. Tidak semua sapi
perah yang terlihat besar dalam artian gemuk itu menguntungkan, apalagi yang
terlihat kecil. Perlu suatu penilaian untuk menentukan apakah kondisi sapi
tersebut dapat optimal dalam hal produksi susu dan reproduksi. Penilain
tersebut disebut penilaian BCS (Body
Condition Score). (Sodiq dan Budiono
2014)
Body
Condition Score merupakan suatu metode pemberian penilaian skor
kondisi tubuh melalui indra penglihatan dan perabaan terhadap lemak bagian
tubuh tertentu. Perlemakan pada bagian tertentu menggambarkan standar kecukupan
yang akan mempengaruhi produksi susu, reproduksi, dan kesehatan ternak serta
dapat digunakan untuk membuat suatu keputusan manajemen pemeliharaan (Sodiq dan
Hidayat 2014). Biasanya BCS dapat dilakukan melalui penglihatan dan perabaan
pada brisket, iga, punggung, pinggul pangkal ekor, dan tulang duduk. Penilaian
ternak sapi juga sangat tergantung pada jenis, bangsa dan tipe ternak tersebut.
Hal inilah yang mendasari praktikum BCS agar praktikan dapat memiliki
keterampilan memilih sapi yang baik pada kondisi tertentu.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui cara penilaian BCS sapi perah beserta dampaknya dan
melatih praktikan agar terampil menilai.
MATERI DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alat tulis dan media visual. Bahan yang digunakan
dalam praktikum ini yaitu beberapa foto sapi perah dalam
kondisi tertentu.
Metode
BCS Visual Sapi Perah
Pertama yang
dilihat untuk menentukan sapi tersebut berada pada kelompok BCS diatas nilai
tiga atau dibawah nilai tiga yaitu bagian antara thurl, hooks, dan pins. Jika
ketiga bagian ini membentuk huruf ‘v’ maka sapi dikategorikan berada pada BCS
dibawah nilai tiga, apabila membentuk huruf ‘u’ maka sapi dikategorikan berada
pada BCS diatas nilai tiga.
BCS Perabaan Sapi
Perah
Pada bagian-bagian
tertentu jika kulit diraba dan terasa lembek berarti pada bagian tersebut
terdapat lemak tetapi jika diraba terasa kenyal keras berarti bagian
tersebut tidak terdapat lemak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berikut hasil BCS dari
ke lima belas ekor sapi yang diamati melalui media visual berupa foto yang
tersedia.
Tabel 1 pengamatan BCS
sapi perah melalui metode visual pada lima belas ekor sapi perah.
No
|
BCS
|
Keterangan
|
1
|
3
|
Tailhed
ligamen tidak terlihat, hook berbentuk U, tubuh sapi sedang, tulang rusuk
pendek.
|
2
|
3
|
Tailhed
ligamen tidak terlihat, hook berbentuk U, tubuh sapi sedang, tulang rusuk
pendek.
|
3
|
1.75
|
Tulangnya
seperti gergaji, tubuh sap kurus, dengan ujung rusuk pendekdan terlihat
sedikit tonjolan pada tulang hook dan pin, tetapi tulang diantaranya tidak
terlalu cekung, menonjol di area disekitar anus.
|
4
|
3
|
Tailhed
ligamen tidak terlihat, hook berbentuk U, tubuh sapi sedang, tulang rusuk
pendek.
|
5
|
1.75
|
Tulangnya
seperti gergaji, tubuh sap kurus, dengan ujung rusuk pendekdan terlihat
sedikit tonjolan pada tulang hook dan pin, tetapi tulang diantaranya tidak
terlalu cekung, menonjol di area disekitar anus.
|
6
|
2
|
Tubuh sapi
kurus dengan dengan ujung rusuk pendek dan terlihat sedikit tonjolan pada
tulang hook dan pin. Hook dan pin bentuknya V.
|
7
|
2.5
|
Tubuh sapi
tidak terlalu kurus dengan ujung rusuk pendek dan terlihat sedikit menonjol
pada tulang ho dan pin. Bentuk hook dan pin yaitu V. Area disekitar anus
sedikit cekung.
|
8
|
3.25
|
Tailhed
sacral ligamen terlihat, tubuh sapi sedkit berisi,dengan tulang rusuk tertutupi sedikit lemak, area
disekitar anus tertutup dengan adanya sedikit deposit lemak, hook dan pin
berentu U.
|
9
|
2.5
|
Tubuh sapi
tidak terlalu kurus dengan ujung rusuk pendek dan terlihat sedikit menonjol
pada tulang ho dan pin. Bentuk hook dan pin yaitu V. Area disekitar anus
sedikit cekung.
|
10
|
1.75
|
Tulangnya
seperti gergaji, tubuh sap kurus, dengan ujung rusuk pendekdan terlihat
sedikit tonjolan pada tulang hook dan pin, tetapi tulang diantaranya tidak
terlalu cekung, menonjol di area disekitar anus
|
11
|
3.5
|
Tailhed
dan sacral ligamen tertutupi lemak, area disekitar anus tertutup dengan
adanya deposit lemak, tulang rusuk sudaj tertutpi lemak.
|
12
|
3.25
|
Tailhed
sacral ligamen terlihat, tubuh sapi sedkit berisi,dengan tulang rusuk tertutupi sedikit lemak, area
disekitar anus tertutup dengan adanya sedikit deposit lemak, hook dan pin
berentu U.
|
13
|
3.25
|
Tailhed
sacral ligamen terlihat, tubuh sapi sedkit berisi,dengan tulang rusuk tertutupi sedikit lemak, area
disekitar anus tertutup dengan adanya sedikit deposit lemak, hook dan pin berentu
U.
|
14
|
3
|
Tailhead
ligamen tidak terlihat, hook berbentuk U, tubuh sapi sedang, tulang rusuk
pendek.
|
15
|
3.25
|
Tailhed
sacral ligamen terlihat, tubuh sapi sedkit berisi,dengan tulang rusuk tertutupi sedikit lemak, area
disekitar anus tertutup dengan adanya sedikit deposit lemak, hook dan pin
berentu U.
|
Pembahasan
Penilaian BCS dapat
dilakukan dengan mengamati bagian-bagaian tertentu seperti hook, pin,
thurl, short ribs, tail head, dan sacral
ligament. Bagian tersebut dapat diamati melalui bentuknya dan
ada tidaknya lemak bahkan tonjolan tulang yang masing-masing memiliki nilai BCS
tersendiri. BCS untuk sapi perah sendiri sudah memiliki diagram penilaian yaitu
skala
1 sampai 5 yang memiliki arti, yaitu 1 untuk sangat kurus, 2 untuk kurus, 3 untuk sedang, 4 untuk gemuk dan 5 untuk sangat
gemuk. Nilai tersebut didasarkan pada pengamatan beberapa bagian tubuh sapi (Syaifudin 2013).
Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap lima belas ekor sapi
menunjukan terdapat Sembilan ekor sapi yang memiliki BCS lebih dari 3 dan enam
ekor sapi yang memiliki BCS dibawah 3. Sapi dengan BCS tertingga terdapat pada
sapi nomor sebelas sebsesar 3.5 dan sapi dengan BCS terendah terdapat pada sapi
nomor tiga dan sepuluh sebesar 1.75. Sapi yang memiliki BCS diatas nilai 3
dikarenakan bentuk hook dan pin membentuk huruf “V”, bentuk hook round jika
dilihat dari belakang, dan ada tidaknhya lemak pada bagian sacral dan tailhead. Sapi
yang memiliki BCS kurangdari atau sama dengan nilai 3 memiliki bentuk hook dan
pin membentuk huruf “U”, bentuk hook
angular jika dilihat dari belakang, melihat pin bone yang ada tidaknya lemak,
dan terlihatnya tulang rusuk.
SIMPULAN
Rata-rata BCS sapi yang diamati memiliki nilai diatas
atau sama dengan tiga. Pengamatan BCS bertahap dimulai dari bentuk hook dan
pin, pin bone, tulang rusuk, dan melihat bagian sacral dan tailhead pada
pengamatan BCS diatas nilai tiga. BCS sapi harus ideal sesuai dengan kondisi
sapi dan diharapkan nilai BCS tidak terlalu rendah ataupun tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Sodiq A, Budiono M. 2012. Produktivitas sapi potong pada kelompok tani
ternak di pedesaan. Jurnal Agripet.
12(1): 28-33.
Sodiq A, Hidayat N. 2014. Kinerja dan perbaikan sistem produksi peternakan
sapi potong berbasis kelompok di pedesaan. Jurnal
Agripet. 14(1): 56:64.
Syaifudin S. 2013. Profil body condition score (BCS) sapi perah di wilayah
koperasi peternakan sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang (studi kasus) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Ternak perah akan menghasilkan produk susu. Ternak akan menghasilkan
susu yang banyak dan berkualitas jika banyak faktor yang mendukung. Susu yang
dihasilkan mudah terkontaminasi mikroba karena susu mengandung nutrient yang
tinggi sehingga mikroba dapat cepat tumbuh. Kandungan susu berupa air,
protein, lemak, mineral Ca dan P, dan vitamin (Suseno dan Firdausi 2008).
Tingkat produksi susu dan
kualitas susu saling berikatan, beberapa
faktor yang mempengaruhi
seperti bangsa
ternak, pakan, pemberian
pakan, manajemen ternak, awal bunting, umur, periode laktasi, dan kesehatan
(Atabany et al. 2011).
Susu yang berkualitas dapat dilakukan dengan pengujian-pengujian. Beberapa pengujian kualitas susu yaitu melihat nilai temperature freezing point, garam, lemak, densitas, lactose, total
solid, protein dan air serta kandungan immunoglobulin. Produksi susu dapat
dianalisa dengan beberapa faktor seperti suhu, kelembaban, pakan, awak laktasi
dan lain-lain dengan menghubungan produksi susu dengan alah satu faktor
tersebut. Penghubungan tersebut menggunakan suatu metode statistic yait regresi
dan korelasi. Hal ini yang mendasari praktikum uji produksi susu dan kualitas
susu.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui perbedaan kualitas susu dan kolostrum sapi. Kaitan suhu dengan produksi susu yang
dihasilkan.
MATERI DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu laptop,
lactoscan, refractometer, tissue, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel
susu sapi murni, data-data sapi
produksi susu, dan sampel kolostrum sapi.
Metode
Uji Produksi Susu
Software computer
berupa Microsoft Excel dirsiapkan di masing-masing personal computer yang
dimiliki. Program terdebut dibuka dan digunakan menu Data, jika menu Data belum
terdapat, klik menu file lalu pilih option, pilih Add-ins, dan pilih Go Layer
Add-ins akan tampil kemudian centang Analysis ToolPak, Analysis TolPak-VBA, dan
Solver Add-in, dan klik OK serta tunggu hingga terinstal. Langkah selanjutnya
yaitu pilih menu data, lalu submenu data analysis rows, lalu centang labels in
first column. Output range diklik dan dipilih kolom atau baris yang kosong
sebagai tempat hasil data lalu OK. Nilai negative dikarenakan korelasi data
negative dan menandakan semakin besar produksi susu akan menurun. Setelah
korelasi selesai, pilih kembali menu dat, data analisis, dan pilih descriptive
statistic. Korelasi dicentang bagian summary statistic dan confidence level for
mean dan klik OK. Tabel dibuat setelah data tampil semua. Seluruh data diblok
dan pilih insert pada menu kemudian pilih scatter dan dipilih normal awal.
Scatter akan muncul dan klik pada kanan pada scatter dan pilih add trendline,
lalu centang display equation on chart dan display R-squared value. Nilai angka
akan tertampil pada scatter.
Pengujian Kualitas
Susu
Lactosan
dipersiapkan dan lactosan diberi aquadest kedalamnya dan tekan tombol
pembersih. Sampel susu dimasukan kedalam tabung lactosan lalu tekan tombol
scan. Data temperature freezing point, garam, lemak, densitas, lactose, total
solid, protein dan air akan tampil dilayar. Pengujian colostrum pun dilakukan
dengan cara yang sama. Pengujian immunoglobulin salinitas susu disiapkan alat
refractometer dan dibersihkan dengan aquadest dan tissue dengan cara dilap
searah. Bagian prisma refractometer ditetesi aquadest untuk mengkalibrasi alat
tersebut lalu dilap. Sampel susu ditetesi pada prisma lalu dututup. Hasil
pengukuran diukur pada ujung bulat refractometer dan dicatat nilai angkanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berikut hasil analisis regresi dan korelasi hubungan antara produksi susu pagi dengan suhu.
Grafik 1 hubungan
temperature dengan produksi susu dipagi hari.
Berikut hasil kualitas
susu dan kolostrum dari enam kelompok yang dilakukan di laboratorium nutrisi
ternak perah.
Tabel 1 Hasil uji kualitas susu dari enam kelompok berbeda.
Keterangan : Rasa = nilai 1 sangat tidak tawar/berasa,
nilai 5 tawar
Aroma
= nilai 1 sangat sangat menyengat, nilai 5 tidak menyengat
Cemaran = nilai 1 sangat sangat banyak,
nilai 5 tidak ada cemaran
Tabel 2
Hasil uji Imunoglobulin susu dan kolostrum dari enam
kelompok berbeda.
Uji
Imunoglobulin
|
|||
Percobaan 1
|
Percobaan 2
|
||
Kelompok 1
|
Susu Biasa
|
11
|
11
|
Kolostrum
|
15
|
27
|
|
Kelompok 2
|
Susu Biasa
|
9
|
10
|
Kolostrum
|
26
|
26
|
|
Kelompok 3
|
Susu Biasa
|
9
|
9
|
Kolostrum
|
26
|
26
|
|
Kelompok 4
|
Susu Biasa
|
11
|
11
|
Kolostrum
|
26
|
27
|
|
Kelompok 5
|
Susu Biasa
|
27
|
25
|
Kolostrum
|
11
|
9
|
|
Kelompok 6
|
Susu Biasa
|
9
|
9
|
Kolostrum
|
26
|
27
|
Pembahasan
Susu merupakan produk
hasil ternak yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Salah
satu cara untuk mengetahui kualitas susu yang baik adalah dengan uji
organoleptik. Uji organoleptik adalah cara menilai mutu suatu bahan makanan dan
minuman menggunakan panca indera yaitu mata
untuk melihat warna susu, lidah untuk menilai tekstur
dan rasa dari susu, dan hidung untuk mencium aroma susu (Hadiwijaya 2013). Warna karoten yang
menyebabkan warna kuning susu dan mengindikasi memiliki kandungan lemak
berlebih (Jaya dan Hadikusuma 2009).
Dari
hasil kandungan nutrient yang didapat, kandungan susu tersebut sesuai dengan Sodiq
dan Abidin. (2008) bahwa komposisi kandungan susu kolostrum rata-rata
lemak, karbohidrat, protein, dan vitamin serta mineral lebih tinggi dibandingkan susu biasa. Hasil uji immunoglobulin dari semua sampel menunjukan
susu kolostrum mengandung immunoglobulin yang tinggi disbanding susu biasa
(Wijayanti 2010).
Kandungan Immunoglobulin pada perahan pertama kolostrum biasanya berkisar
antara 2% (20 g/L) sampai 15% (150 g/L). kemudian akan terus menurun
konsentrasinya pada pemerahan berikutnya. Pada pemerahan ketiga konsentrasinya
hanya 40% dari pemerahan pertama.
Hasil produksi susu menunjukan nilai Y yang negative
yang berarti berbanding terbalik. Peubah yang diambil yaitu temperature dan
produksi susu pada pagi hari. Berbanding terbalik yang dimaksud yaitu jika
temperatur naik maka produksi susu pada pagi hari akan turun, begitu
sebaliknya. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,0007. Dengan mengakarkan
nilai 0,0007 didapat hasil 0.026. Hasil pengakaran tersebut (0.026) merupakan
Koefisien Korelasi nya. Artinya keeratan Korelasi antara hardness dan waktu penyimpanan sebesar 0.026. Nilai regresi 0.026 termauk pada kategori sangat rendah. Jadi,
korelasi antara temperatur terhadap
produksi susu nya sangat rendah. Nilai regresi 0.07% artinya sebanyak 0.07%
perubahan temperatur dipengaruhi
oleh produksi susu. Sedangkan sisanya sebesar 99.93% (100%-0.07%) merupakan faktor lain diluar variabel bebasnya.
SIMPULAN
Kualitas susu
kolostrum lebih baik disbanding susu biasa dari segi kandungan nutrien. Hubungan antara suhu dan produksi susu yaitu berbanding terbalik dan
hubungan tersebut hanya berpengaruh kecil.
DAFTAR
PUSTAKA
Atabany A, Purwanto BP, Toharmat T, Anggraeni A. 2011. Hubungan masa kosong
dengan produktivitas pada sapi perah Friesien
holstein di Baturraden Indonesia. Jurnal
Animal Science dan Teknologi. 34(2): 77-82.
Hadiwijaya H. 2013. Pengaruh perbedaan penambahan gula terhadap
karakteristik sirup buah naga merah (Hylocereus
plyrhizus). Jurnal Fakultas Teknologi
Pertanian Andalas. 4(5): 1-9.
Jaya F, Hadikusuma D. 2009. Pengaruh substitusi susu sapi dengan susu
kedelai serta besarnya konsentrasi penambahan ekstrak nanas (Ananas comosus) terhadap kualitas fisik
dan kimia keju Cottage. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak.
4(1): 46-54.
Suseno JE, Firdausi KS. 2008. Rancang bangun spektrokopi FTIR (Fourier
Transform Infrared) untuk penentuan kualitas susu sapi. Jurnal Fisika Teori, Eksperimen dan Fisika
Aplikasi. 11(1): 23-28.
Wijayanti W. 2010. Hubungan antara pemberian asi eksklusif dengan angka
kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di puskesmas gilingan kecamatan
Banjarsari Surakarta [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar