Kamis, 07 Juni 2018

PENGARUH pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM


Laporan Praktikum  ke-10                           Hari/tanggal : Kamis/4 Mei 2017
Biokimia Nutrisi                                          Tempat Praktikum : Laboratorium Terpadu
                                                                     Asisten: Noor Ashila F D24130122



PENGARUH pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM

Irvan Triansyah
D24160115
Kelompok 3









                                                                       













DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PENDAHULUAN
Latar Belakang
       Enzim merupakan unsur yang mempercepat perubahan kimiawi yang diperlukan oleh kehidupan. Tanpa enzim perubahan-perubahan tersebut akan sangat lambat, bahkan tidak akan terjadi. Setiap enzim merupakan protein khusus yang disesuaikan dengan proses kimiawi tertentu (Sriyundiyati et al 2013). Enzim sangat berperan didalam tubuh. Kerja enzim dapat mempercepat atau memperlambat reaksi kimia, mengatur jumlah reaksi yang berbeda dalam waktu yang sama dan enzim dapat mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi yang diperlukan untuk berlangsungnya reaksi tersebut. Tanpa adanya enzim, reaksi metabolisme yang terjadi dalam tubuh akan berlangsung sangat lama. Dalam tubuh ternak banyak enzim yang berperan sebagai pertumbuhan, reproduksi dan produksi. Enzim tersebut sangat diperlukan dalam jumlah banyak, digunakan dalam proses metabolisme, pencernaan, dan produktivitas. Berbagai enzim yang digunakan secara komersial berasal dari jaringan tumbuhan, hewan, dan dari mikroorganisme yang terseleksi. Enzim yang secara tradisional diperoleh dari tumbuhan termasuk protease (papain, fisin, dan bromelain), amilase, lipoksigenase, dan enzim khusus tertentu. Dari jaringan hewan, enzim yang terutama adalah tripsin pankreas, lipase dan enzim untuk pembuatan mentega (Utami et al. 2017).
             Ada 4 dasar macam-macam enzim yaitu berdasarkan tempat enzim bekerja, yaitu Endoenzim (enzim intraseluler) merupakan enzim yang kerjanya di dalam sel. Eksoenzim (enzim ekstraseluler) merupakan enzim yang kerjanya di luar sel. Berdasarkan cara terbentuknya, yaitu Enzim konstitutif yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi oleh kadar molekul awalnya (substrat). Contohnya adalah enzim amilase yang terdapat pada saliva. Enzim adaptif yaitu enzim yang pembentukannya distimulasi oleh adanya substrat, misalnya enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa. Berdasarkan proses metabolismenya, yaitu Enzim katalase merupakan enzim yang bersifat antioksidan pada makhluk hidup akibat fungsinya yang membantu mengubah hidrogen peroksida (H2O2) yang berasal dari respirasi (pernafasan) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2). Hal ini dilakukan oleh tubuh melalui enzim katalase karena H2O2 bahaya bagi tubuh karena mudah bereaksi (oksidator kuat) dan bersifat korosif. Enzim oksidase merupakan enzim yang fungsinya untuk mempercepat penggabungan ikatan oksigen (O2) pada substrat tertentu yang spesifik dengan mengkatalisis transfer elektron, dan pada waktu yang bersamaan, oksigen tersebut juga direduksikan menjadi air (H2O). Enzim karbosilase merupakan enzim yang fungsinya untuk mengubah asam organik dengan cara bolak balik. Seperti enzim karbosilase piruvat yang mengkatalisis proses karboksilasi asam piruvat menjadi oksaloasetat. Pada keadaan kekurangan oksigen pada tubuh, asam piruvat dipecah secara anaerob menghasilkan asam laktat pada manusia dan hewan, menjadi etanol pada tumbuhan. Penumpukan asam laktat ini akan menyebabkan terjadinya keletihan atau kelelahan yang bermakna pada seseorang. Enzim hidrase merupakan enzim yang fungsinya untuk menambah atau mengurangi air (H2O) dari senyawa spesifik tertentu, dengan tidak menyebabkan terurainya senyawa tersebut. Contoh enzim hidrase seperti akonitase, enolase, dan fumarase. Enzim dehidrogenase merupakan enzim yang fungsinya memindahkan hidrogen dari suata molekul atau zat ke zat lainnya. Dengan begitu, enzim ini dapat membantu untuk melangsungkan proses oksidasi didalam sel-sel hidup. Enzim desmolase merupakan enzim oksidase dan reduktase yang fungsinya membantu penggabungan atau pemindahan ikatan karbon, dan pemutusan ikatan-ikatan C-C, C-N. Seperti enzim aldolase yang diubah dalam pemecahan fruktosa menjadi gliseraldehid dan dehidroksiaseton. Enzim transphoforilase merupakan enzim yang fungsinya memindahkan H3PO4 dari suatu molekul atau zat ke molekul lainnya dibantu oleh ion magnesium (Mg2 +). Enzim peroksida merupakan enzim oksireduktase yang terdiri atas protein heme yang terdapat pada organisme prokariotik dan eukariotik. Fungsinya mengkatalisis proses oksidase substrat organik dengan H2O2, dan mereduksinya menjadi H2O. Berdasarkan proses reaksi yang dikatalisis, yaitu Karbohidrase, Enzim karbohidrase adalah enzim-enzim yang mengkatalisis pemecahan karbohidrat. Enzim ini terutama terdapat disaliva (air ludah) dan usus halus. Contoh dari enzim ini adalah enzim selulose, amilase, pektinase, maltose, sukrose, laktose. Protease, Enzim protease disebut juga dengan proteinase, proteolitik atau peptidase. Merupakan enzim-enzim yang mengkatalisis pemecahan rantai protein didalam tubuh, sehingga protein yang masuk melalui makanan dapat menjadi molekul yang lebih sederhana diserap kedalam pembuluh darah dan dibawa ke sirkulasi menuju seluruh tubuh. Enzim protease ini terutama terdapat di lambung dan di usus halus. Contoh dari enzim ini adalah enzim pepsin, renin, tripsin, enterokinase, peptidase, dan gelatinase. Esterase, Enzim esterase merupakan sebuah enzim yang fungsinya mengkatalisis pemecahan rantai ester, terutama yang ditemukan di dalam asam nukleat dan juga lipid (lemak). Contoh dari enzim esterase adalah enzim lipase, dan fosfatase (Livya et al 2017).
                Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediet melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Enzim bekerja di dalam sel dan hanya sebagian kecil yang bekerja di luar sel. Enzim yang bekerja di dalam sel disebut enzim intraseluler, misalnya enzim katalase yang berfungsi memecah senyawa-senyawa berbahaya. Sementara enzim yang bekerja di luar sel, disebut enzim ekstraseluler. Enzim-enzim tersebut mengendalikan reaksi biokimia, seperti respirasi, pertumbuhan, perkecambahan, fotosintesis, pencernaan, dan lain-lain (Dewanti et al 2016).
            Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim. Suhu reaksi yang dikatalisis oleh enzim akan meningkat, seiring dengan kenaikan suhu 0 – 35oC. Secara umum kenaikan 10oC maka kecepatan reaksi menjadi dua kali lipatnya dalam batas suhu yang wajar. Suhu ideal kerja enzim adalah 30 – 40oC, dengan suhu optimum 36oC. Dibawah atau diatas suhu tersebut kerja enzim lemah bahkan mengalami kerusakan. Enzim akan menggumpal (denaturasi) dan hilang kemampuan katalisisnya jika dipanaskan.Logam berat seperti Ag, Zn, Cu, Pb dan Cd, menyebabkan enzim menjadi tidak aktif. Logam Aktivitas enzim meningkat jika bereaksi dengan ion logam jenis Mg, Mn, Ca, dan Fe. pH Enzim bekerja pada pH tertentu, enzim hanya dapat bekerja pada pH yang ideal. Enzim Ptialin hanya dapat bekerja pada pH netral, enzim pepsin bekerja pada pH asam sedangkan enzim tripsin bekerja pada pH basa. Bagan kerja enzim dan pengaruhnya terhadap pH Konsentrasi, semakin tinggi konsentrasi enzim maka kerja waktu yang dibutuhkan untuk suatu reaksi semakin cepat, sedangkan kecepatan reaksi dalam keadaan konstan. Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin cepat kerja enzim, tapi jika kerja enzim telah mencapai titik maksimal, maka kerja enzim berikutnya akan konstan. Faktor dalam (faktorinternal) vitamin dan hormon berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim. Hormon tiroksin merupakan hormon yang mempengaruhi proses metabolisme tubuh. semakin tinggi konsentrasi hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, maka semakin cepat proses metabolisme dalam tubuh, demikian sebaliknya. Vitamin dalam tubuh berfungsi sebagai alat pengaturan seluruh proses fisiologi dalam tubuh. Keberadaan Aktivator dan inhibitor. Aktivaor merupakan molekul yang mempermudah ikatan enzim antara enzim dengan dan substrat. Inhibitor merupakan molekul yang menghambat ikatan antara enzim dengan substrat. Ada dua macam inhibitor yaitu Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang kerjanya bersaing dengan substrat untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Inhibitor non kompetitif adalah inhibitor yang melekat pada tempat selain sisi aktif sehingga bentuk enzim berubah dan substrat tidak dapat melekat pada enzim (Rinto et al 2015).
Dalam bidang peternakan, enzim memiliki banyak peran. Produk Imugas mengandung berbagai macam tumbuhan, ada yang bersifat sebagai antibakteri dan antiamuba, sehingga mampu meningkatkan fungsi sistem pertahanan tubuh seperti produksi sel darah putih yang menyerang bakteri dan benda asing lainnya, mampu memicu produksi interferon yang merupakan protein spesifik (sitokin) yang dibuat oleh sel sebagai respon adanya benda asing termasuk bakteria. Selain itu dalam produk Imugas juga mengandung minyak atsiri sehingga dapat merangsang dinding kantong empedu, mengeluarkan cairan empedu dan merangsang keluarnya getah pankreas yang merangsang amilase, lipase dan protease. Enzim-enzim tersebut dapat meningkatkan pencernaan bahan makanan seperti karbohidrat, lemak dan protein. Minyak atsiri cukup banyak manfaatnya, diantaranya adalah dapat mempengaruhui dan merangsang sekresi empedu dan berfungsi sebagai penambah nafsu makan, mempengaruhui kontraksi usus halus (Supomo et al 2016).
Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini diperoleh aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Umumnya, kecepatan reaksi enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah pH lebih besar dari pH optimal. Hasil percobaan, pada pH 1 (uji Iod) dan pH 5 (uji benedict) aktivitas enzim masih ada, tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil pula). Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva menjadi tidak aktif. Menurut Fahmi (2017) amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan. Pada pH 1 diperoleh hasil positif pada uji iod dan hasil negatif pada uji benedict. Seharusnya hasil yang diperoleh uji iod dan uji benedict adalah negatif, sebab pada pH tersebut enzim amilase tidak aktif dan karbohidrat pun seharusnya terhidrolisis karena pemanasan dan pH yang sangat asam.

 Tujuan
Praktikum ini bertujuan menjelaskan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim, menjelaskan pH optimum, dan menjelaskan pH yang menyebabkan menurunnya aktivitas enzim.

TINJAUAN PUSTAKA
Kecambah Kacang Hijau
Kecambah atau disebut juga “Tauge” merupakan tunas muda dari biji kacang-kacangan yang disemaikan, yang paling populer adalah kacang kedelai dan kacang hijau. Kecambah merupakan nutrisi yang nilai gizinya jauh berlipat-lipat dibanding buah atau daunnya. Kacang yang dikecambahkan, kandungan vitamin A, vitamin B dan vitamin C-nya meningkat mulai dari 2.5 sampai 3 kali lipat. Dalam kecambah kacang hijau terdapat enzim yang dapat menurunkan kadar histamin yaitu enzim DAO, histamin adalah amina biogenik yang terdapat dalam makanan. Pada orang sehat, penurunan histamin dapat cepat didetoksifikasi oleh oksidase amina, sedangkan orang dengan aktivitas oksidase amina rendah beresiko keracunan histamin. Diamin oksidase (DAO) adalah enzim utama untuk metabolisme histamin. Telah diusulkan bahwa DAO, ketika berfungsi sebagai protein sekretori, mungkin bertanggung jawab untuk memulung histamin ekstraseluler setelah mediator melepaskan (Ramdani et al. 2017).

Enzim Amilase
Amilase merupakan sekelompok enzim yang berfungsi sebagai katalitik adalah untuk menghidrolisis (breakdown) pati untuk memberikan polimer yang semakin kecil terdiri dari unit glukosa. Mereka ditemukan pada hewan dan tumbuhan serta diproduksi oleh banyak mikroorganisme. Amilase adalah enzim yang mengkatalisis pemecahan pati menjadi gula. Amilase adalah enzim yang mampu mendegradasi  pati  menjadi senyawa yang  lebih sederhana yaitu glukosa (Kartikasari et al 2016).

Akuasdestilata
            Aquades adalah air hasil destilasi atau penyulingan sama dengan air murni atau H2O, kerena H2O hampir tidak mengandung mineral (Sukarsono et al 2008).


Larutan Pati
            Pati adalah suatu polisakarida yang mengandung amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida berantai lurus bagian dari butir-butir pati yang terdiri atas molekul-molekul  glukosa 1,4 glikosidik . Amilosa merupakan bagian dari pati yang larut dalam air, yang mempunyai berat molekul antara 50.000-200.000, dan bila ditambah dengan iodium akan memberikan warna biru. Amilopektin merupakan bagian dari pati yang tidak larut dalam air dan mempunyai   berat molekul antara 70.000 sampai satu juta. Amilopektin dengan iodium memberikan warna ungu hingga merah (Azizah et al 2016).

Larutan Benedict
Larutan benedict digunakan untuk mengetahui kadar glukosa dalam larutan tertentu. Uji Benedict adalah untuk membuktikan adanya gula pereduksi.Gula pereduksi adalah gula yang mengalami reaksi hidrolisis dan bisa diurai menjadi sedikitnya dua buah monosakarida. Karateristiknya tidak bisa larut atau bereaksi secara langsung dengan Benedict, contohnya semua golongan monosakarida, sedangkan gula non pereduksi struktur gulanya berbentuk siklik yang berarti bahwa hemiasetal dan hemiketalnya tidak berada dalam kesetimbangannya, contohnya fruktosa dan sukrosa. Dengan prinsip berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata. Untuk menghindari pengendapan CuCO3 pada larutan natrium karbonat (reagen Benedict), maka ditambahkan asam sitrat. Larutan tembaga alkalis dapat direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau monoketon bebas, sehingga sukrosa yang tidak mengandung aldehid atau keton bebas tidak dapat mereduksi larutan Benedict (Yasin et al 2013).

pH Optimum Amilase
            pH optimum pada enzim amilase berkisar antara 6,8  – 7 (Pratama et al 2013).


Spektrofotometer
            Spektrofotometer adalah alat yang dipakai untuk mengukur atau menganalisa panjang gelombang cahaya dengan akurat yaitu dengan menggunakan kisi difraksi, atau prisma untuk memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda (Yulianto dan Hatta 2011). Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dengan spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Prinsip kerja alat spektrofotometer adalah dengan sampel menyerap radiasi (pemancar) elektromagnetis yang pada panjang gelombang tertentu dapat terlihat. Larutan tembaga (Cu) misalnya berwarna biru karena larutan tersebut menyerap warna komplementer, yaitu kuning. Semakin banyak molekul tembaga per satuan volume, semakin banyak pula cahaya kuning yang diserap, dan semakin tua warna biru larutannya (Ramadhani et al. 2013).





Faktor- faktor yang mempengaruhi enzim
            Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim. Suhu reaksi yang dikatalisis oleh enzim akan meningkat, seiring dengan kenaikan suhu 0 – 35oC. Secara umum kenaikan 10oC maka kecepatan reaksi menjadi dua kali lipatnya dalam batas suhu yang wajar. Suhu ideal kerja enzim adalah 30 – 40oC, dengan suhu optimum 36oC. Dibawah atau diatas suhu tersebut kerja enzim lemah bahkan mengalami kerusakan. Enzim akan menggumpal (denaturasi) dan hilang kemampuan katalisisnya jika dipanaskan.Logam berat seperti Ag, Zn, Cu, Pb dan Cd, menyebabkan enzim menjadi tidak aktif. Logam Aktivitas enzim meningkat jika bereaksi dengan ion logam jenis Mg, Mn, Ca, dan Fe. pH Enzim bekerja pada pH tertentu, enzim hanya dapat bekerja pada pH yang ideal. Enzim Ptialin hanya dapat bekerja pada pH netral, enzim pepsin bekerja pada pH asam sedangkan enzim tripsin bekerja pada pH basa. Bagan kerja enzim dan pengaruhnya terhadap pH Konsentrasi, semakin tinggi konsentrasi enzim maka kerja waktu yang dibutuhkan untuk suatu reaksi semakin cepat, sedangkan kecepatan reaksi dalam keadaan konstan. Semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin cepat kerja enzim, tapi jika kerja enzim telah mencapai titik maksimal, maka kerja enzim berikutnya akan konstan. Faktor dalam (faktorinternal) vitamin dan hormon berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim. Hormon tiroksin merupakan hormon yang mempengaruhi proses metabolisme tubuh. semakin tinggi konsentrasi hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, maka semakin cepat proses metabolisme dalam tubuh, demikian sebaliknya. Vitamin dalam tubuh berfungsi sebagai alat pengaturan seluruh proses fisiologi dalam tubuh. Keberadaan Aktivator dan inhibitor. Aktivaor merupakan molekul yang mempermudah ikatan enzim antara enzim dengan dan substrat. Inhibitor merupakan molekul yang menghambat ikatan antara enzim dengan substrat. Ada dua macam inhibitor yaitu Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang kerjanya bersaing dengan substrat untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Inhibitor non kompetitif adalah inhibitor yang melekat pada tempat selain sisi aktif sehingga bentuk enzim berubah dan substrat tidak dapat melekat pada enzim (Rinto et al 2015).

MATERI DAN METODE
Materi
Alat
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spektrofotometer jenis visible dan single beam, kuvet, botol kecil, pipet, spoit, syring, kapas, tabung reaksi, stopwatch, vortex, waterbath, sendok plastik, dan tissue.




Bahan
            Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kecambah kacang hijau, benedict, dan akuades.

Metode
Uji nilai absorbansi larutan pati yang diberi perlakuan pH. Alat dan bahan dipersiapkan. Siapkan lima buah tabung reaksi diberi label sesuai suhu yang akan di uji, yakni 3, 5, 7, 9, dan tabung kontrol. Ekstrak tauge dimasukan sebanyak 15 gram kedalam gelas beaker dan diaduk hingga semua bahan tercampur dan disaring memakai kapas ke gelas beaker baru. Larutan tersebut dimasukan ke tabung reaksi yang sesuai label tadi sebanyak 2 ml sedangkan tabung control 5 ml. tambah kan 1 ml buffer asetat sesuai label pH yang berbeda. Vortex bahan tersebut selama 10 detik lalu diinkubasi selama 2 menit dengan suhu 38o C. Teteskan filtrat tauge 2 ml ke semua tabung kecuali tabung kontrol lalu vortex ulang selama 10 detik. Inkubasi kembali semua tabung selama 10 menit lalu teteskan benedict 0.5 ml pada setiap tabung kecuali kontrol. Semua tabung dibaca absorbansinya dengan panjang gelompang 620 nm. Hasil absorbansi dicatat dan dibuat kurva hubungan antara pH dan absorbansinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Nilai absorbansi yang telah diperoleh kelompok 3 dengan menggunakan alat spektrofotometer jenis visible dan single beam. Larutan pati yang diberi perlakuan perbedaan pH sebagai larutan yang diamati.

Tabel 1 Pengamatan nilai absorbansi larutan terhadap perbedaan pH
Perlakuan
Nilai Absorbansi (A)
Aquadestilata
0.1984 A
pH 3
0.4509 A
pH 5
0.1614 A
pH 7
0.2970 A
pH 9
0.0316 A

Grafik 1 Hubungan antara pH terhadap nilai absorbansi.

Pembahasan
            Amilase merupakan kelompok enzim yang berperan dalam mengkatalisis karbohidrat kompleks berupa amilum menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Istilah amilase diambil dari nama substratnya yaitu amilum dan diakhiri dengan sufiks –ase yang merupakan ciri khas nama enzim. Enzim amilase memiliki peranan penting di dalam tubuh. Enzim ini dihasilkan oleh organ – organ pencernaan untuk membantu mengkatalisis pemecahan senyawa makanan secara kimiawi. Kelenjar liur atau saliva mensekretkan ludah yang mengandung enzim amylase atau yang lebih dikenal sebagai ptyalin (Fahmi et al. 2017).
Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini diperoleh aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Umumnya, kecepatan reaksi enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah pH lebih besar dari pH optimal. Hasil percobaan, pada pH 1 (uji Iod) dan pH 5 (uji benedict) aktivitas enzim masih ada, tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil pula). Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva menjadi tidak aktif. Menurut Fahmi (2017) amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan. Pada pH 1 diperoleh hasil positif pada uji iod dan hasil negatif pada uji benedict. Seharusnya hasil yang diperoleh uji iod dan uji benedict adalah negatif, sebab pada pH tersebut enzim amilase tidak aktif dan karbohidrat pun seharusnya terhidrolisis karena pemanasan dan pH yang sangat asam (Coniwanti et al 2015).
            Seluruh enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (Ph). Enzim menjadi nonaktif bila diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat. Sebagian besar enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran Ph lingkungan yang agak sempit. Di luar Ph optimum tersebut, kenaikan atau penurunan ph menyebabkan penurunan aktifitas enzim dengan cepat. Umumnya terdapat pH optimum agar suatu enzim dapat berfungsi maksimum dan aktivitas enzim akan menurun pada pH yang lebih tinggi atau lebih rendah. Diwakili oleh kurva yang berbentuk lonceng, tetapi untuk enzim lain mungkin kurvanya relatip datar Kadang gambaran hubungan yaitu dengan aktivitas enzim dengan pH diwakili oleh kurva berbentuk lonceng, tetapi untuk enzim lain mungkin kurvanya relatif datar, Ph optimum sering dalam kisaran antara Ph 6 sampai Ph 8 (Male et al 2014).
            Hasil praktikum yang diperoleh kelompok 3 menunjukan enzim yang bekerja optimum menghasilkan nilai absorbansi yang rendah, sedangkan enzim yang tidak bekerja optimum dalam pH 3 menghasilkan nilai absorbansi yang tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan hasil Dewi (2017), diperoleh bahwa enzim bekerja optimum pada pH 6,8-7 yang berarti sekitaran 7. Hal ini terjadi karena saat pembersihan kuvet tabung reaksi yang diberi perlakuan pH 7 tidak bersih, sehingga absorbansi yang didapat menjadi tinggi.
            Faktor yang mempengaruhi kerja enzim yakni pH, suhu, konsentrasi, dan inhibitor. Sebagian besar enzim mempunyai suhu optimum yang sama dengan suhu normal sel organisme tersebut. Secara umum, tiap kenaikan suhu 10 derajat C, kecepatan reaksi menjadi dua kali lipat dalam batas suhu yang wajar. Hal tersebut juga berlaku pada enzim. Panas yang ditimbulkan akibat kenaikan suhu dapat mempercepat reksi sehingga kecepatan molekul meningkat. Hasilnya adalah frekuensi dan daya tumbukan molekuler juga meningkat. Seluruh enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (pH). Enzim menjadi nonaktif bila diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat. Sebagian besar enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran pH lingkungan yang agak sempit. Di luar pH optimum tersebut, kenaikan atau penurunan pH menyebabkan penurunan aktifitas enzim dengan cepat. Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif. Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi substrat yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi substrat naik (Agustina dan Rahmawati 2016).


SIMPULAN
       Enzim yang diberi perlakuan pH yang berbeda mengakibatkan perbedaan juga pada aktivitas enzim. pH optimum agar aktivitas enzim yang tinggi ialah 7 tetapi pada hasil praktik yang menjadi pH optimum yaitu pH 9 dengan melihat nilai absorbansi yang terkecil. pH yang terlalu tinggi baik asam maupun basanya mengakibatkan aktivitas enzim terganggu.
      
DAFTAR PUSTAKA
Agustina A, Rahmawati D. 2016. Pengaruh proses perebusan terhadap kadar protein yang terkandung dalam tauge biji kacang hijau (Phaseolus radiatus). Jurnal Ilmiah Manuntung. 2(1): 44-50.
Azizah Z, Rasyid R, Kartina D. 2016. Pengaruh pengulangan dan lama penyimpanan terhadap ketengikan minyak kelapa dengan metode asam thiobarbiturat (TBA). Jurnal Farmasi Higea. 8(2):189-200.
Coniwanti P, Anka MNP, Sanders C. 2015. Pengaruh konsentrasi, waktu, dan temperatur terhadap kandungan lignin pada proses pemutihan bubur kertas bekas. Jurnal Teknik Kimia. 21(3):50-58.
Dewanti AW, Pratiwi E, Nuraini Y. 2016. Viabilitas dan aktivitas enzim fosfatase serta produksi asam oraganik bakteri pelarut fosfat pada beberapa suhu simpan. Jurnal Tanah dan Sumber Daya lahan. 3(1): 22-40.
Dewi EN. 2017. Ekstraksi Pati dari Onggok Limbah Tapioka dengan Perlakuan Awal Sonikasi dan Metode Alkali [tesis]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Fahmi I, Astuti W, Sitorus S. 2017. Isolasi amilase dari kecambah biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lam). Jurnal Atomik. 2(1): 13-17.
Kartikasari SN, Sari P, Subagio A. 2016. Karakteristik sifat kimia, profil amilografi (RVA) dan morfologi granula (SEM) pati singkong termodifikasi secara biologi. Jurnal Agroteknologi. 10(1):12-24.
Livya R, Wongkar GD, Ticoalu SHR. 2017. Gambaran makroskopik dan mikroskopik pankreas pada hewan coba postmorterm. Jurnal E-Biomedik. 5(1): 14-20.
Male KS, Nuryanti S, Rahmawati S. 2014. Ekstraksi enzim protease dari daun palado (Agave angustifolia) dan pemanfaatannya dalam proses pembuatan virgin coconut oil. Jurnal Akademika Kimia . 3(3): 111-120.
Pratama AP, Anggraini M, Isbeanny J, Amin M, Ambelia R, jannah AR. 2013. Pengaruh Suhu dan pH Terhadap Aktifitas Enzim . Jurnal Biological. 2(1): 13-17.
Ramadhani S, Sutanhaji AT, Widiatmono BR. 2013. Perbandingan efektivitas tepung biji kelor (Moringa oleifera lamk), Poly Aluminium Chloride (PAC), dan tawas sebagai koagulan untuk air jernih. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 1(3):186-193.
Ramdani R, Garnida Y, Effendi S. 2017. Penurunan kadar histamin ikan tongkol (Euthynnus affinis) oleh bubur kecambah kacang hijau dengan metode HPCC [tesis]. Bandung (ID): Universitas Pasundan.
Rinto R, Dewanti R, Yasni S, Suhartono MT. 2015. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat penghasiol inhobitor enzim HMG-KoA reduktase dari basam sebagai agen pereduksi kolesterol. Jurnal Agritech. 35(3): 72-84.
Sriyundiyati NP, Supriadi S, nuryanti S. 2013. Pemanfaatan nasi basi sebagai pupuk organik cair dan aplikasinya untuk pemupukan tanaman bunga kertas orange (Bougainvillea spectabilis). Jurnal Akademika Kimia. 2(4): 187-195.
Sukarsono K, Marhaendrajaya, Firdaisi KS. 2008. Studi efek kerr untuk pengujian tingkat kemurnian aquades, air PAM, dan air sumur. Jurnal fisika Teori, Eksperimen, dan Fisika Aplikasi. 11(1): 13-25.
Supomo, Eka SS, Ine V. 2016. Pemanfaatan ekstrak herbal terhadap produktivitas dan mutu ayam pedaging sebagai upaya ketahanan pangan di Kalimantan Timur berbasis peternakan ramah lingkungan. Jurnal Ilmiah Manuntung. 2(1):93-98.
Utami T, Al-Baarii AN, Legowo AM. 2017. Pengambilan enzim peroksidase dari daun tomat dengan teknik pertukaran ion. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 6(2): 44-64.
Yasin L, Jura MR, Supriadi. 2013. Pembuatan etanol dari buah salak (Salacca zalacca) yang tidak layak konsumsi. Jurnal Akademika Kimia. 2(1):5-10.












                                                       LAMPIRAN               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar