Laporan Praktikum ke-9 Hari/tanggal
: Kamis/27 April 2017
Biokimia Nutrisi Tempat
Praktikum : Laboratorium Terpadu
Asisten: Riry Silvia D24130022
PENGARUH SUHU TERHADAP AKTIVITAS ENZIM
Irvan Triansyah
D24160115
Kelompok 3
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI
PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Enzim
merupakan unsur yang mempercepat perubahan kimiawi yang diperlukan oleh
kehidupan. Tanpa enzim perubahan-perubahan tersebut akan sangat lambat, bahkan
tidak akan terjadi. Setiap enzim merupakan protein khusus yang disesuaikan
dengan proses kimiawi tertentu. Enzim pencernaan mengubah makanan menjadi
cairan yang dapat mengalir kedarah dan keseluruh tubuh. Enzim dapat mengubah
makanan yang sudah dicerna sehingga mengeluarkan energi, sedangkan
enzim-enzim yang lain menggunakan energi untuk membuat makanan didalam zat-zat
tubuh (Sriyundiyati et
al 2013).
Enzim sangat berperan didalam tubuh. Kerja enzim dapat mempercepat atau
memperlambat reaksi kimia, mengatur jumlah reaksi yang berbeda dalam waktu yang
sama, dan enzim dapat mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi
yang diperlukan untuk berlangsungnya reaksi tersebut. Tanpa adanya enzim,
reaksi metabolisme yang terjadi dalam tubuh akan berlangsung
sangat lama. Dalam tubuh ternak banyak enzim yang berperan sebagai pertumbuhan,
reproduksi dan produksi. Enzim tersebut sangat diperlukan dalam jumlah banyak, digunakan
dalam proses metabolisme, pencernaan, dan produktivitas (Utami et al. 2017).
Ada 4 dasar macam-macam
enzim yaitu berdasarkan tempat enzim bekerja, yaitu Endoenzim (enzim
intraseluler) merupakan enzim yang kerjanya di dalam sel. Eksoenzim (enzim
ekstraseluler) merupakan enzim yang kerjanya di luar sel. Berdasarkan cara
terbentuknya, yaitu Enzim konstitutif yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi
oleh kadar molekul awalnya (substrat). Contohnya adalah enzim amilase yang
terdapat pada saliva. Enzim adaptif yaitu enzim yang pembentukannya distimulasi
oleh adanya substrat, misalnya enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh
bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa. Berdasarkan
proses metabolismenya, yaitu Enzim katalase merupakan enzim yang bersifat
antioksidan pada makhluk hidup akibat fungsinya yang membantu mengubah hidrogen
peroksida (H2O2) yang berasal dari respirasi (pernafasan)
menjadi air (H2O) dan oksigen (O2). Hal ini dilakukan
oleh tubuh melalui enzim katalase karena H2O2 bahaya bagi
tubuh karena mudah bereaksi (oksidator kuat) dan bersifat korosif. Enzim
oksidase merupakan enzim yang fungsinya untuk mempercepat penggabungan ikatan
oksigen (O2) pada substrat tertentu yang spesifik dengan
mengkatalisis transfer elektron, dan pada waktu yang bersamaan, oksigen
tersebut juga direduksikan menjadi air (H2O). Enzim karbosilase
merupakan enzim yang fungsinya untuk mengubah asam organik dengan cara bolak
balik. Seperti enzim karbosilase piruvat yang mengkatalisis proses karboksilasi
asam piruvat menjadi oksaloasetat. Pada keadaan kekurangan oksigen pada tubuh,
asam piruvat dipecah secara anaerob menghasilkan asam laktat pada manusia dan
hewan, menjadi etanol pada tumbuhan. Penumpukan asam laktat ini akan
menyebabkan terjadinya keletihan atau kelelahan yang bermakna pada seseorang.
Enzim hidrase merupakan enzim yang fungsinya untuk menambah atau mengurangi air
(H2O) dari senyawa spesifik tertentu, dengan tidak menyebabkan
terurainya senyawa tersebut. Contoh enzim hidrase seperti akonitase, enolase,
dan fumarase. Enzim dehidrogenase merupakan enzim yang fungsinya memindahkan hidrogen
dari suata molekul atau zat ke zat lainnya. Dengan begitu, enzim ini dapat
membantu untuk melangsungkan proses oksidasi didalam sel-sel hidup. Enzim
desmolase merupakan enzim oksidase dan reduktase yang fungsinya membantu
penggabungan atau pemindahan ikatan karbon, dan pemutusan ikatan-ikatan C-C,
C-N. Seperti enzim aldolase yang diubah dalam pemecahan fruktosa menjadi
gliseraldehid dan dehidroksiaseton. Enzim transphoforilase merupakan enzim yang
fungsinya memindahkan H3PO4 dari suatu molekul atau zat
ke molekul lainnya dibantu oleh ion magnesium (Mg2 +). Enzim
peroksida merupakan enzim oksireduktase yang terdiri atas protein heme yang
terdapat pada organisme prokariotik dan eukariotik. Fungsinya mengkatalisis
proses oksidase substrat organik dengan H2O2, dan
mereduksinya menjadi H2O. Berdasarkan proses reaksi yang
dikatalisis, yaitu Karbohidrase, Enzim karbohidrase adalah enzim-enzim yang
mengkatalisis pemecahan karbohidrat. Enzim ini terutama terdapat disaliva (air
ludah) dan usus halus. Contoh dari enzim ini adalah enzim selulose, amilase,
pektinase, maltose, sukrose, laktose. Protease,
Enzim protease disebut juga dengan proteinase, proteolitik atau peptidase.
Merupakan enzim-enzim yang mengkatalisis pemecahan rantai protein didalam
tubuh, sehingga protein yang masuk melalui makanan dapat menjadi molekul yang
lebih sederhana diserap kedalam pembuluh darah dan dibawa ke sirkulasi menuju
seluruh tubuh. Enzim protease ini terutama terdapat di lambung dan di usus
halus. Contoh dari enzim ini adalah enzim pepsin, renin, tripsin, enterokinase,
peptidase, dan gelatinase. Esterase,
Enzim esterase merupakan sebuah enzim yang fungsinya mengkatalisis pemecahan
rantai ester, terutama yang ditemukan di dalam asam nukleat dan juga lipid
(lemak). Contoh dari enzim esterase adalah enzim lipase, dan fosfatase (Livya et al 2017).
Enzim
bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediet melalui
suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih
rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan
energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Enzim bekerja di
dalam sel dan hanya sebagian kecil yang bekerja di luar sel. Enzim yang bekerja
di dalam sel disebut enzim intraseluler, misalnya enzim katalase yang berfungsi
memecah senyawa-senyawa berbahaya.
Sementara enzim yang bekerja di luar sel, disebut enzim ekstraseluler.
Enzim-enzim tersebut mengendalikan reaksi biokimia, seperti respirasi,
pertumbuhan, perkecambahan, fotosintesis, pencernaan, dan lain-lain (Dewanti et al
2016).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim. Suhu
reaksi yang dikatalisis oleh enzim akan meningkat, seiring
dengan kenaikan suhu 0 – 35oC.
Secara umum kenaikan 10oC
maka kecepatan reaksi menjadi dua kali lipatnya dalam batas suhu
yang wajar. Suhu ideal kerja enzim adalah 30 – 40oC, dengan suhu optimum 36oC. Dibawah atau diatas suhu tersebut kerja
enzim lemah bahkan mengalami kerusakan. Enzim akan menggumpal (denaturasi) dan
hilang kemampuan katalisisnya jika dipanaskan.Logam
berat seperti Ag, Zn, Cu, Pb dan Cd, menyebabkan enzim menjadi tidak aktif. Logam Aktivitas
enzim meningkat jika bereaksi dengan ion logam jenis Mg, Mn, Ca, dan Fe.
pH Enzim bekerja pada pH tertentu, enzim
hanya dapat bekerja pada pH yang ideal. Enzim Ptialin hanya dapat bekerja pada
pH netral, enzim pepsin bekerja pada pH asam sedangkan enzim tripsin bekerja pada
pH basa. Bagan
kerja enzim dan pengaruhnya terhadap pH Konsentrasi, semakin
tinggi konsentrasi enzim maka kerja waktu yang dibutuhkan untuk suatu reaksi
semakin cepat, sedangkan kecepatan reaksi dalam keadaan konstan. Semakin
tinggi konsentrasi substrat, semakin cepat kerja enzim, tapi jika kerja enzim
telah mencapai titik maksimal, maka kerja enzim berikutnya akan konstan. Faktor dalam (faktorinternal) vitamin
dan hormon berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim. Hormon tiroksin
merupakan hormon yang mempengaruhi proses metabolisme tubuh. semakin tinggi
konsentrasi hormon tiroksin yang dihasilkan
oleh kelenjar tiroid, maka semakin cepat proses metabolisme dalam tubuh,
demikian sebaliknya. Vitamin dalam
tubuh berfungsi sebagai alat pengaturan seluruh proses fisiologi dalam tubuh. Keberadaan Aktivator dan inhibitor. Aktivaor merupakan
molekul yang mempermudah ikatan enzim antara enzim dengan dan substrat. Inhibitor
merupakan molekul yang menghambat ikatan antara enzim dengan
substrat. Ada dua macam inhibitor yaitu Inhibitor kompetitif adalah
inhibitor yang kerjanya bersaing dengan substrat untuk mendapatkan sisi aktif
enzim. Inhibitor non kompetitif adalah
inhibitor yang melekat pada tempat selain sisi aktif sehingga bentuk enzim
berubah dan substrat tidak dapat melekat pada enzim (Rinto et al 2015).
Dalam bidang peternakan, enzim memiliki banyak peran. Produk
Imugas mengandung berbagai macam tumbuhan, ada yang bersifat sebagai
antibakteri dan antiamuba, sehingga mampu meningkatkan fungsi sistem pertahanan
tubuh seperti produksi sel darah putih yang menyerang bakteri dan benda asing
lainnya, mampu memicu produksi interferon yang merupakan protein spesifik
(sitokin) yang dibuat oleh sel sebagai respon adanya benda asing
termasuk bakteria. Selain itu dalam produk Imugas juga mengandung minyak atsiri
sehingga dapat merangsang dinding kantong empedu, mengeluarkan cairan empedu
dan merangsang keluarnya getah pankreas yang merangsang amilase, lipase dan
protease. Enzim-enzim tersebut dapat meningkatkan pencernaan bahan makanan
seperti karbohidrat, lemak dan protein. Minyak atsiri cukup banyak manfaatnya,
diantaranya adalah dapat mempengaruhui dan merangsang sekresi empedu dan
berfungsi sebagai penambah nafsu makan, mempengaruhui kontraksi usus halus (Supomo
et al 2016).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan menjelaskan
pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, menjelaskan suhu optimum, dan menjelaskan
suhu yang menyebabkan menurunnya aktivitas enzim.
TINJAUAN PUSTAKA
Kecambah Kacang Hijau
Kecambah atau
disebut juga “Tauge” merupakan tunas muda dari biji kacang-kacangan yang
disemaikan, yang paling populer adalah kacang kedelai dan kacang hijau. Kecambah merupakan nutrisi yang nilai gizinya jauh
berlipat-lipat dibanding buah atau daunnya. Kacang yang dikecambahkan, kandungan
vitamin A, vitamin B dan vitamin C-nya meningkat mulai dari 2.5 sampai 3 kali
lipat. Dalam kecambah kacang hijau terdapat enzim yang dapat menurunkan kadar
histamin yaitu enzim DAO, histamin adalah amina biogenik yang terdapat dalam
makanan. Pada orang sehat, penurunan histamin dapat cepat didetoksifikasi oleh
oksidase amina, sedangkan orang dengan aktivitas oksidase amina rendah beresiko
keracunan histamin. Diamin oksidase (DAO) adalah enzim utama untuk metabolisme
histamin. Telah diusulkan bahwa DAO, ketika berfungsi sebagai protein
sekretori, mungkin bertanggung jawab untuk memulung histamin ekstraseluler
setelah mediator melepaskan (Ramdani et
al. 2017).
Enzim Amilase
Amilase merupakan
sekelompok enzim yang berfungsi sebagai katalitik adalah untuk menghidrolisis (breakdown) pati untuk memberikan polimer
yang semakin kecil terdiri dari unit glukosa. Mereka ditemukan pada hewan dan
tumbuhan serta diproduksi oleh banyak mikroorganisme. Amilase adalah enzim yang
mengkatalisis pemecahan pati menjadi gula. Amilase
adalah enzim yang mampu mendegradasi
pati menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu glukosa (Kartikasari et al 2016).
Larutan Buffer Asetat
Larutan buffer yang terdiri dari campuran asam asetat dan natrium asetat (CH3COOH
dan CHCOONa). Buffer asetat dengan pH 3,5 yang merupakan pH optimum untuk
pembentukan senyawa kompleks (Rachmasari dan Sugiarso 2017).
Larutan Pati
Pati adalah suatu polisakarida yang mengandung amilosa dan
amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida berantai lurus bagian dari
butir-butir pati yang terdiri atas molekul-molekul glukosa 1,4 glikosidik . Amilosa
merupakan bagian dari pati yang larut dalam air, yang mempunyai berat molekul
antara 50.000-200.000, dan bila ditambah dengan iodium akan memberikan warna
biru. Amilopektin merupakan bagian dari pati yang tidak larut dalam
air dan mempunyai berat
molekul antara 70.000 sampai satu juta. Amilopektin dengan iodium memberikan
warna ungu hingga merah (Azizah et al 2016).
Larutan Benedict
Larutan benedict digunakan untuk mengetahui kadar
glukosa dalam larutan tertentu. Uji Benedict adalah untuk membuktikan adanya gula pereduksi.Gula
pereduksi adalah gula yang mengalami reaksi hidrolisis dan bisa diurai menjadi
sedikitnya dua buah monosakarida. Karateristiknya tidak bisa larut atau
bereaksi secara langsung dengan Benedict, contohnya semua golongan
monosakarida, sedangkan gula non pereduksi struktur gulanya berbentuk siklik
yang berarti bahwa hemiasetal dan hemiketalnya tidak berada dalam
kesetimbangannya, contohnya fruktosa dan sukrosa. Dengan prinsip berdasarkan
reduksi Cu2+ menjadi Cu+ yang mengendap sebagai
Cu2O berwarna merah bata. Untuk menghindari pengendapan CuCO3
pada larutan natrium karbonat (reagen Benedict), maka ditambahkan asam sitrat.
Larutan tembaga alkalis dapat direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai gugus
aldehid atau monoketon bebas, sehingga sukrosa yang tidak mengandung aldehid
atau keton bebas tidak dapat mereduksi larutan Benedict (Yasin et al 2013).
Suhu Optimum Amilase
Suhu optimum enzim
amilase yang terdapat pada saliva adalah 37oC, sama dengan suhu
normal tubuh (Fahmi et al 2017).
Denaturasi
Denaturasi
adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzimyangmenyebabkan enzim tidak dapat lagi
berikatan dengan substratnya. Denaturasi menyebabkan aktivitas enzim menurun
atau hilang. Denaturasi umumnya bersifat irreversible (tidak dapat kembali) (Setiawan et al 2016).
Spektrofotometer
Spektrofotometer
adalah alat yang dipakai untuk mengukur atau menganalisa panjang gelombang
cahaya dengan akurat yaitu dengan menggunakan kisi difraksi, atau prisma untuk
memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda (Yulianto dan Hatta 2011). Spektrofotometer
adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer
menghasilkan sinar dengan spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorbsi. Prinsip kerja alat spektrofotometer adalah dengan sampel menyerap
radiasi (pemancar) elektromagnetis yang pada panjang gelombang tertentu dapat
terlihat. Larutan tembaga (Cu) misalnya berwarna biru karena larutan tersebut
menyerap warna komplementer, yaitu kuning. Semakin banyak molekul tembaga per
satuan volume, semakin banyak pula cahaya kuning yang diserap, dan semakin tua
warna biru larutannya (Ramadhani et al.
2013).
Faktor- faktor yang
mempengaruhi enzim
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim. Suhu
reaksi yang dikatalisis oleh enzim akan meningkat, seiring
dengan kenaikan suhu 0 – 35oC.
Secara umum kenaikan 10oC
maka kecepatan reaksi menjadi dua kali lipatnya dalam batas suhu yang wajar.
Suhu ideal kerja enzim adalah 30 – 40oC,
dengan suhu optimum 36oC.
Dibawah atau diatas suhu tersebut kerja enzim lemah bahkan mengalami kerusakan.
Enzim akan menggumpal (denaturasi) dan hilang kemampuan katalisisnya jika dipanaskan.Logam
berat seperti Ag, Zn, Cu, Pb dan Cd, menyebabkan enzim menjadi tidak aktif. Logam Aktivitas
enzim meningkat jika bereaksi dengan ion logam jenis Mg, Mn, Ca, dan Fe.
pH Enzim bekerja pada pH tertentu, enzim
hanya dapat bekerja pada pH yang ideal. Enzim Ptialin hanya dapat bekerja pada
pH netral, enzim pepsin bekerja pada pH asam sedangkan enzim tripsin bekerja
pada pH basa. Bagan
kerja enzim dan pengaruhnya terhadap pH Konsentrasi, semakin
tinggi konsentrasi enzim maka kerja waktu yang dibutuhkan untuk suatu reaksi
semakin cepat, sedangkan kecepatan reaksi dalam keadaan konstan. Semakin
tinggi konsentrasi substrat, semakin cepat kerja enzim, tapi jika kerja enzim
telah mencapai titik maksimal, maka kerja enzim berikutnya akan konstan. Faktor dalam (faktorinternal) vitamin
dan hormon berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim. Hormon tiroksin
merupakan hormon yang mempengaruhi proses metabolisme tubuh. semakin tinggi
konsentrasi hormon tiroksin yang dihasilkan
oleh kelenjar tiroid, maka semakin cepat proses metabolisme dalam tubuh,
demikian sebaliknya. Vitamin dalam
tubuh berfungsi sebagai alat pengaturan seluruh proses fisiologi dalam tubuh. Keberadaan Aktivator dan inhibitor. Aktivaor merupakan
molekul yang mempermudah ikatan enzim antara enzim dengan dan substrat. Inhibitor
merupakan molekul yang menghambat ikatan antara enzim dengan
substrat. Ada dua macam inhibitor yaitu Inhibitor kompetitif adalah
inhibitor yang kerjanya bersaing dengan substrat untuk mendapatkan sisi aktif
enzim. Inhibitor non kompetitif adalah
inhibitor yang melekat pada tempat selain sisi aktif sehingga bentuk enzim
berubah dan substrat tidak dapat melekat pada enzim (Rinto et al 2015).
MATERI DAN METODE
Materi
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum
ini adalah spektrofotometer jenis visible dan single beam, kuvet, botol kecil, pipet,
spoit, syring, kapas, tabung reaksi, stopwatch, vortex, waterbath, sendok plastik,
dan tissue.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah kecambah kacang hijau, buffer
asetat, benedict dan akuades.
Metode
Uji nilai
absorbansi larutan pati
yang diberi perlakuan suhu.
Alat dan bahan dipersiapkan.
Siapkan lima buah tabung reaksi diberi label sesuai suhu yang akan di uji (0,
25, 37, 60, dan 100) oC. Ekstrak tauge dimasukan sebanyak 15 gram
dan 30 ml buffer asetan kedalam gelas beaker dan diaduk hingga semua bahan
tercampur dan disaring memakai kapas ke gelas beaker baru. Larutan tersebut
dimasukan ke tabung reaksi yang sesuai label tadi sebanyak 5ml. Tabung
diinkubasi selama 2 menit lalu masing masing tabung reaksi diperlakukan sesuai
suhunya. Larutan pati yang telah diperlakukan sesuai suhu sebanyak 2 ml
ditambahkan kedalam tabung reaksi yang berisi ektrak tauge. Larutan pati
ditambahkan sesuai ektrak tauge yang diperlakukan dengan suhu yang sama dengan
larutan pati. Vortex kedua bahan tersebut selama 1 menit lalu diinkubasi selama
10 menit. Teteskan benedict 0.5 ml ke semua tabung reaksi lalu vortex ulang
selama 1 menit. Semua tabung dibaca absorbansinya dengan panjang gelompang 620
nm. Hasil absorbansi dicatat dan dibuat kurva hubungan antara suhu dan
absorbansinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Nilai
absorbansi yang telah diperoleh kelompok 3 dengan menggunakan alat
spektrofotometer jenis visible dan single beam. Larutan campuran pati dan
buffer pospat yang diberi perlakuan perbedaan suhu sebagai larutan yang
diamati.
Tabel 1 Pengamatan
nilai absorbansi larutan terhadap perbedaan suhu
Perlakuan
suhu
|
Nilai
Absorbansi (A)
|
0 OC
|
0.3343 A
|
25 OC
|
0.3833 A
|
37 OC
|
0.2373 A
|
60 OC
|
0.3396 A
|
100 OC
|
0.5559 A
|
Pembahasan
Amilase merupakan kelompok enzim yang berperan dalam mengkatalisis
karbohidrat kompleks berupa amilum menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.
Istilah amilase diambil dari nama substratnya yaitu amilum dan diakhiri dengan
sufiks –ase yang merupakan ciri khas nama enzim. Enzim amilase memiliki peranan
penting di dalam tubuh. Enzim ini dihasilkan oleh organ – organ pencernaan
untuk membantu mengkatalisis pemecahan senyawa makanan secara kimiawi. Kelenjar
liur atau saliva mensekretkan ludah yang mengandung enzim amylase atau yang
lebih dikenal sebagai ptyalin (Fahmi et al. 2017).
Suhu dapat
mempengaruhi tehadap laju reaksi enzim, seperti halnya pH, konsentrasi substrat
dan konsentrasi enzim. Pada suhu rendah, enzim memiliki aktivitas rendah.
Ketika suhu naik laju reaksi meningkat, biasanya 2 kali lipat untuk setiap 10
derajat kenaikan Celcius. Kegiatan puncak yang unik untuk enzim pada suhu
tertentu. Hal ini dikenal sebagai suhu optimum, suhu di mana enzim sangat aktif
secara maksimal. Di luar suhu optimum aktivitas enzim
menurun. Pada suhu ekstrim, enzim ini terdenaturasi dan aktivitas berhenti.
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang
mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia
organik. Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya
menjadi molekul lain yang disebut produk (Coniwanti et al 2015).
Enzim memiliki
suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal 400C
karena pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan
salah satu bentuk protein. Enzim tersusun dari protein yang sangat peka
terhadap perubahan suhu. Secara umum, temperatur optimum enzim berada antara
30-40oC. Jika enzim berada pada suhu yang terlalu tinggi, maka enzim
dapat mengalami denaturasi protein. Sebaliknya, jika suhu terlalu rendah enzim akan
mengalami koagulasi. Suhu yang sangat rendah berpengaruh terhadap sisi aktif
enzim yang merupakan bagian untuk berikatan dengan substrat. Jika mengalami
koagulasi akibat suhu yang terlalu rendah, maka fungsi enzim tidak dapat
berjalan meskipun enzim tidak rusak.
Enzim biasanya
akan kembali berfungsi saat suhu kembali normal (Male et al 2014).
Hasil praktikum yang diperoleh
kelompok 3 menunjukan enzim yang bekerja tidak optimum menghasilkan nilai
absorbansi yang tinggi, sedangkan enzim yang bekerja optimum dalam suhu 37oC,
nilai absorbansinya rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sartika
(2016), diperoleh bahwa semakin tinggi
suhu pemanasan
maka absorbansi atau stabilitas warna semakin rendah sehingga
warna merah akan
berkurang.
Faktor yang mempengaruhi denaturasi enzim ialah pH dan suhu. Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas
enzim namun sebaliknya juga akan mendenaturasi enzim. Peningkatan temperatur
dapat meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang
lebih besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur
meningkat, proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas
molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat
setelah pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan
reaksi akan menurun. Suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi
protein dan hilangnya secara total aktivitas enzim. pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam
maupun terlalu basa karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya
denaturasi. Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya
sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang
tinggi. Suhu yang tidak optimum mengakibatkan kerja enzim
tidak sempurna hal ini terlihat pada tabung yang memiliki suhu selain 37oC
pada data yang diperoleh (Agustina dan Rahmawati 2016).
SIMPULAN
Suhu yang
tidak optimum mengakibatkan aktivitas enzim terhambat. Suhu optimum agar
aktivitas enzim normal ialah 37oC. Suhu yang terlalu tinggi
mengakibatkan enzim terdenaturasi karna enzim terdiri dari protein dan suhu
yang terlalu rendah mengakibatkan enzim terkoagulasi sehingga aktivitas enzim terhambat.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina A,
Rahmawati D. 2016. Pengaruh proses perebusan terhadap kadar protein yang
terkandung dalam tauge biji kacang hijau (Phaseolus
radiatus). Jurnal Ilmiah Manuntung.
2(1): 44-50.
Azizah Z,
Rasyid R, Kartina D. 2016. Pengaruh pengulangan dan lama penyimpanan terhadap
ketengikan minyak kelapa dengan metode asam thiobarbiturat (TBA). Jurnal Farmasi Higea. 8(2):189-200.
Coniwanti P,
Anka MNP, Sanders C. 2015. Pengaruh konsentrasi, waktu, dan temperatur terhadap
kandungan lignin pada proses pemutihan bubur kertas bekas. Jurnal Teknik Kimia. 21(3):50-58.
Dewanti AW,
Pratiwi E, Nuraini Y. 2016. Viabilitas dan aktivitas enzim fosfatase serta
produksi asam oraganik bakteri pelarut fosfat pada beberapa suhu simpan. Jurnal Tanah dan Sumber Daya lahan.
3(1): 22-40.
Fahmi I,
Astuti W, Sitorus S. 2017. Isolasi amilase dari kecambah biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lam). Jurnal Atomik. 2(1): 13-17.
Kartikasari
SN, Sari P, Subagio A. 2016. Karakteristik sifat kimia, profil amilografi (RVA)
dan morfologi granula (SEM) pati singkong termodifikasi secara biologi. Jurnal Agroteknologi. 10(1):12-24.
Livya R,
Wongkar GD, Ticoalu SHR.
2017. Gambaran makroskopik dan mikroskopik pankreas pada hewan coba postmorterm. Jurnal E-Biomedik. 5(1): 14-20.
Male KS, Nuryanti
S, Rahmawati S. 2014. Ekstraksi enzim protease dari daun palado (Agave angustifolia) dan pemanfaatannya
dalam proses pembuatan virgin coconut oil. Jurnal Akademika Kimia . 3(3): 111-120.
Rachmasari
NA, Sugiarso RD. 2017. Analisis pengaruh ion Cd(II) pada penentuan Ion Fe(II) dengan
pengompleks 1,10-Fenantrolin menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Jurnal Sains dan Seni ITS. 6(1): 5-10.
Ramadhani S,
Sutanhaji AT, Widiatmono BR. 2013. Perbandingan efektivitas tepung biji kelor (Moringa oleifera lamk), Poly Aluminium Chloride (PAC), dan tawas
sebagai koagulan untuk air jernih. Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 1(3):186-193.
Ramdani R,
Garnida Y, Effendi S. 2017. Penurunan kadar histamin ikan tongkol (Euthynnus affinis) oleh bubur kecambah kacang hijau
dengan metode HPCC [tesis]. Bandung (ID): Universitas Pasundan.
Rinto R,
Dewanti R, Yasni S, Suhartono MT. 2015. Isolasi dan identifikasi bakteri asam
laktat penghasiol inhobitor enzim HMG-KoA reduktase dari basam sebagai agen pereduksi kolesterol. Jurnal Agritech. 35(3): 72-84.
Sartika D.
2016. Estraksi dan stabilitas antosianin dalam kulit buah naga merah dan daging
buah naga merah sebagai pewarna alami [skripsi]. Bandung(ID): Universitas
Pasundan.
Setiawan F,
Kartika IA, Yani M, Hermawan D. 2016. Optimasi proses produksi papan partikel
dari ampas biji jarak pagar (Jatropha
curcas L.). Jurnal Teknologi
Agroindustri. 26(2): 52-61.
Sriyundiyati
NP, Supriadi S, nuryanti S. 2013. Pemanfaatan nasi basi sebagai pupuk organik cair dan aplikasinya untuk
pemupukan tanaman bunga kertas orange
(Bougainvillea spectabilis). Jurnal Akademika Kimia. 2(4): 187-195.
Supomo, Eka
SS, Ine V. 2016. Pemanfaatan ekstrak herbal terhadap produktivitas dan mutu ayam pedaging
sebagai upaya ketahanan pangan di Kalimantan Timur berbasis
peternakan ramah lingkungan. Jurnal
Ilmiah Manuntung. 2(1):93-98.
Utami T,
Al-Baarii AN, Legowo AM. 2017. Pengambilan enzim peroksidase dari daun tomat
dengan teknik pertukaran ion. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. 6(2): 44-64.
Yasin L, Jura
MR, Supriadi. 2013. Pembuatan etanol dari buah salak (Salacca zalacca) yang tidak layak konsumsi. Jurnal Akademika Kimia. 2(1):5-10.
Yulianto A,
Hatta AM. 2011. Rancang bangun spektrometer menggunakan prisma dan webcam. Jurnal ITS. 4(2):8-16.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar